Logo Provinsi Lampung dan Artinya Terlengkap

Setiap provinsi memiliki lambang dan identitas daerah yang mewakili karakter provinsi setempat. Logo Provinsi Lampung berbentuk perisai dengan berbagai gambar dan simbol. Setiap gambar dan simbol itu memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Lampung. Berikut ini Logo daerah Provinsi Lampung.

Logo Provinsi Lampung

Bagi pembaca yang sedang mencari Logo Provinsi Lampung untuk berbagai keperluan seperti branding komunitas, instansi, produk, maupun pembuatan poster, flyers, dan lain-lain. Berikut ini telah kami sediakan logo Provinsi Lampung dalam berbagai format. Pembaca dapat mendownload logo Daerah Lampung format PNG kualitas HD, maupun logo Lampung format JPG, AI, EPS maupun CDR.

Logo-Provinsi-Lampung

Link DOWNLOAD Logo Provinsi Lampung | JPG | PNG | AI | EPS | CDR

Arti Logo Provinsi Lampung

Berikut ini arti dan makna yang terdapat dalam logo atau lambang Provinsi Lampung.

  • Perisai Bersegi Lima ➤ lambang kesanggupan mempertahankan cita-cita dan membina pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
  • Aksara Lampung ➤ berbunyi "LAMPUNG”.
  • Setangkai Padi serta Daun dan Buah Lada ➤ masing-masing berjumlah buah padi = 45, daun lada = 17, dan buah lada = 8. Angka-angka tersebut melambangkan tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Jumlah biji lada = 64, yang melambangkan tahun berdirinya Provinsi Lampung. Padi merupakan hasil bumi utama penduduk pendatang, sedangkan lada merupakan hasil bumi utama penduduk asli.
  • Laduk dan Payan ➤ lambang senjata tradisional Lampung berupa golok rakyat serbaguna dan tombak pusaka. Kedua senjata itu melambangkan jiwa serta semangat kepahlawanan.
  • Gong ➤ melambangkan inti seni budaya sebagai pemberitahuan dimulainya karya besar. Selain itu, gong juga sebagai alat penghimpun masyarakat untuk bermusyawarah.
  • Siger ➤ merupakan mahkota yang melambangkan keagungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat.
  • Payung Jurai ➤ melambangkan bahwa Provinsi Lampung merupakan tempat semua jurai berlindung. Payung jurai terdiri atas jari-jari payung berjumlah 17 ruas, tepi berjumlah 8, garis batas ruas berjumlah 19, dan rumbai payung berjumlah 45. Angka-angka tersebut melambangkan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 17-8-1945. Tiang dan bulatan puncak payung melambangkan satu cita-cita membangun bangsa dan negara Republik Indonesia di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Pita ➤ yang bertuliskan semboyan masyarakat provinsi Lampung yaitu "Sai Bumi Ruwa Jurai", artinya rumah tangga agung Jurai Adat Pepadun dan Jurai Adat Sai Batin.

Pada lambang tersebut juga terdapat berbagai warna dengan makna berbeda, diantaranya;

  • Warna hijau ➤ melambangkan dataran tinggi yang subur untuk tanaman keras dan tanaman semusim. 
  • Warna cokelat ➤ melambangkan dataran rendah yang subur untuk sawah dan ladang.
  • Warna biru ➤ melambangkan kekayaan sungai dan laut yang merupakan sumber perikanan serta kehidupan para nelayan.
  • Warna putih ➤ melambangkan kesucian dan keikhlasan hati masyarakat.
  • Warna kuning (tua, emas, dan muda) ➤ melambangkan keagungan dan kejayaan serta kebesaran cita-cita masyarakat dalam membangun daerah dan negaranya.

Maskot Daerah Provinsi Lampung

Provinsi Lampung mengambil identitas daerah atau maskot dari flora dan fauna khas daerahnya. Gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) ditetapkan sebagai maskot fauna Lampung. Adapun maskot flora dipilih bunga ashar (Mirabilis jalapa L.). Keduanya merupakan flora dan fauna yang terdapat di Provinsi Lampung.

Sejarah Provinsi Lampung

Pada zaman dahulu Lampung adalah sebuah wilayah yang terkenal sebagai penghasil rempah-rempah, terutama lada hitam. Wilayah ini mulai dikenal bangsa Eropa sekitar abad ke-16. Bersama dengan Kesultanan Banten di seberang pulau (Pulau Jawa), Lampung menjalin kerja sama di bidang perdagangan. Hasil rempah-rempah dari Lampung dijual ke Pelabuhan Banten dengan harga yang lebih tinggi.

Hubungan kerja sama tersebut semakin harmonis ketika Fatahillah (Sultan Banten) menikah dengan Putri Sinar Mas, anak Raja Pugung bernama Minak Raja Jalan. Perkawinan tersebut membuat kekerabatan antara Lampung dan Banten semakin kuat. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama kecil Hurairi. Setelah dewasa, beliau bernama Haji Muhammad Zaka Waliyullah Ratu Darah Putih dan bergelar Minak Kejala Ratu. Beliau inilah pendiri Keratuan Darah Putih yang berpusat di Kuripan dan merupakan cikal bakal pejuang Lampung, Raden Inten II. 

Pada masa itu Lampung belum mengenal sistem/tata pemerintahan sehingga di Lampung tidak ada kerajaan. Yang ada hanyalah kesatuan-kesatuan masyarakat kecil yang mendiami wilayah tertentu yang dinamakan kebuayan (baca: kebuaian). Sistem kebuayan sudah dikenal oleh para pendahulu orang Lampung di Dataran Tinggi Skala Brak. Sistem ini terus berkembang hingga masuknya pengaruh Islam dan Kesultanan Banten. Selain itu, ada pula kelompok masyarakat yang disebut Lampung Paminggir. Sebutan ini diperuntukan bagi masyarakat yang mendiami wilayah Lampung Barat (Krui), Ranau, Rajabasa (Kalianda), dan Teluk Betung.

Saat itu lebih kurang ada lima keratuan di wilayah Lampung yang mengakui Kesultanan Banten sebagai penguasa tertinggi. Kelima keratuan tersebut yaitu Keratuan Ratu di Puncak, Keratuan Ratu di Balau, Keratuan Ratu di Pemanggilan, Keratuan Ratu di Pugung, dan Keratuan Darah Putih. Dari kelima keratuan ini, kesatuan kebuayan-nya yaitu Abung Sewo Megou (Abung Sembilan Marga).

Sebagai akibat dari seba ke Banten, sistem kebuayan ditingkatkan menjadi tata adat ketatanegaraan yang dinamakan adat pepadon. Dalam sistem ini semua persoalan hidup masyarakat dan pemerintahan serta adat istiadat dimufakatkan oleh kepenyimbangan (prawatin). Adat pepadon memiliki tiga tingkatan yaitu adat penyeimbang marga, adat penyeimbang teuh, dan adat penyeimbang suku.

Runtuhnya Kesultanan Banten membawa pengaruh bagi Lampung. Wilayah Lampung diserahkan kepada VOC oleh Sutan Haji. Keputusan ini ditentang rakyat Lampung yang lebih mengakui kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa. Selanjutnya, ketika VOC bubar wilayah ini diakui sebagai wilayah Kerajaan Belanda. Wilayah Lampung menerima besluit pada tanggal 22 November 1808. Isinya yaitu Lampung tidak terikat lagi dengan Kesultanan Banten dan VOC, tetapi langsung berada di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Belanda.

Kolonial Belanda menjadikan Lampung sebagai bagian dari Keresidenan Banten. Pemerintah kolonial Belanda menempatkan seorang asisten residen untuk menjalankan pemerintahan. Namun begitu, Belanda masih menggunakan kebuayan (marga) sebagai dasarnya. Selanjutnya, sekitar tahun 1857 pemerintahan di Lampung sepenuhnya telah dikepalai oleh seorang residen yang dibantu seorang sekretaris dan tujuh kontrolir.

Perubahan selanjutnya terjadi pada tahun 1928. Sistem pemerintahannya kembali ke marga stelsel atau IGOB (Inlandesche Gemeente Ordonantie Buitengewesten). Status Lampung menjadi sebuah afdeling yang dikepalai seorang residen. Pemerintahan di bawahnya meliputi onder afdeling (kontrolir), distric (lemang), onder distric (asisten demang), marga (pasirah), dan kampung (kepala suku). Sistem ini terus berlanjut sampai berpindahnya kekuasaan ke tangan penjajah Jepang pada tahun 1942. Jepang pun masih mempertahankan sistem ini, tetapi dengan nama lembaga dan kepala yang berbeda.

Pada masa awal kemerdekaan wilayah Lampung menjadi sebuah keresidenan dari Provinsi Sumatra. Lampung tetap menjadi sebuah keresidenan ketika Provinsi Sumatra dipecah menjadi tiga subprovinsi. Keresidenan Lampung menjadi bagian Subprovinsi Sumatra Selatan. Status yang sama tetap melekat pada Lampung ketika Subprovinsi Sumatra Selatan berubah menjadi Provinsi Sumatra Selatan.

Pada tahun 1964 kedudukan keresidenan Lampung berubah. Pemerintah pusat menaikkan status Lampung menjadi sebuah daerah swastika tingkat I (provinsi). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 3 Tahun 1964 yang ditandatangani Presiden Soekarno pada tanggal 13 Februari 1964. Kemudian perpu ini ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tertanggal 23 September 1964.

Saat pertama kali dibentuk, wilayah Provinsi Lampung meliputi empat daerah administrasi. Keempat daerah administrasi itu adalah Daerah Tingkat II Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung dengan ibu kota provinsi di Tanjungkarang-Telukbetung. Pada perkembangan selanjutnya Kotapraja Tanjungkarang-Telubetung berubah menjadi Kota Bandar Lampung seperti sekarang ini. Pemerintah pusat melantik Kusno Danupoyo sebagai pejabat gubernur pada tanggal 18 Maret 1964. Tanggal inilah yang sampai sekarang diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Lampung.

Sampai sekarang Provinsi Lampung mengalami beberapa kali pemekaran. Pemekaran pertama terjadi pada tahun 1991 dengan dibentuknya Kabupaten Lampung Barat. Pemekaran kedua terjadi pada tahun 1997 dengan dibentuknya Kabupaten Tulang Bawang dan Tanggamus. Pemekaran ketiga terjadi pada tahun 1999 dengan dibentuknya Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Timur, dan Kota Metro. Pemekaran keempat terjadi pada tahun 2007 dengan dibentuknya Kabupaten Pesawaran. Pemekaran kelima terjadi pada tahun 2008 dengan dibentuknya Kabupaten Mesuji, Tulangbawang Barat, dan Pringsewu. Dengan demikian sampai tahun 2008 Provinsi Lampung memiliki 14 daerah administrasi yang terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota.

Demikian ulasan tentang "Logo Provinsi Lampung dan Artinya Terlengkap" yang telah kami rangkum dari beberapa sumber. Baca juga ulasan tentang Provinsi Lampung menarik lainnya hanya di situs SeniBudayaku.com