Mengenal Suku Bangsa Sulawesi Utara dan Wilayah Penyebarannya

Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada di Pulau Sulawesi bagian utara. Ibukota Provinsi Sulawesi Utara adalah di Manado. Provinsi Sulawesi Utara dihuni oleh beragam suku bangsa. Suku bangsa utama yang mendiami Provinsi Sulawesi Utara adalah suku Minahasa, suku bangsa Bolaang Mongondow, suku bangsa Sangir-Talaud, dan suku bangsa Gorontalo. Berikut ini pembahasan secara lengkap Suku Bangsa di Sulawesi Utara dan wilayah persebarannya.

Suku Bangsa Minahasa
Suku bangsa Minahasa berbicara menggunakan bahasa Melayu Manado (atau Melayu Minahasa), yaitu bahasa yang dekat dengan bahasa Melayu. Nama tanah Minahasa telah diubah beberapa kali: Batacina-Malesung-Minaesa dan akhirnya sekarang Minahasa yang berarti ”menjadi satu kesatuan”. Permukiman nenek moyang suku bangsa Minahasa dahulunya di sekitar Pegununggan Wulur Mahatus, berkembang dan berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar Tompaso Baru saat ini).

suku-minahasa-sulawesi-utara
Suku Bangsa Minahasa
Tidak diketahui dengan pasti kapan tanah Minahasa mulai didiami oleh manusia, tetapi waruga (sarkopagus) di Sawangan menyediakan bukti bahwa nenek moyang masyarakat Minahasa sejak zaman batu telah menempati daerah ini. Masyarakat Minahasa percaya bahwa mereka adalah keturunan dari Toar dan Lumimuut. Pada awalnya, keturunan Toar-Lumimuut dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Makatelu-Pitu (tiga kali tujuh), Makaru-Siuw (dua kali sembilan), dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka berkembang dengan cepat. Akan tetapi segera muncul perselisihan di antara mereka. Para pemimpin (Tona’as) kemudian memutuskan untuk berkumpul dan membicarakan hal tersebut. Sekitar tahun 670 mereka berkumpul di Awuan (sebelah utara Bukit Tonderukan sekarang).

Pada pertemuan itu keturunan Toar-Lumimuut dibagi menjadi tiga kelompok yang dinamai Tonsea, Tombulu, dan Tontemboan. Kemudian mereka menetapkan wilayah utama, berturut-turut, yaitu Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas. Di tempat pertemuan itu dibangun monumen yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Pembagian).

Sesudah itu sekelompok baru orang tiba di Semenanjung Pulisan. Dikarenakan banyaknya konflik di wilayah ini, mereka kemudian pindah ke pedalaman dan mendirikan kampung di sekitar danau besar. Orang-orang ini kemudian disebut Tondano, Toudano atau Toulour (yang berarti manusia air). Danau itu kini kita kenal sebagai Danau Tondano. Beberapa tahun kemudian, kelompok yang datang ke Minahasa lebih banyak lagi. Yang termasuk kelompok Minahasa sebagai berikut.

  • Orang-orang dari Pulau Maju dan Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang ini merupakan nenek moyang subetnik Tonsawang.
  • Orang-orang dari Selat Tomori. Orang-orang ini merupakan nenek moyang subetnik Pasam-Bangko (Ratahan dan Pasan).
  • Orang-orang dari Bolaang Mongondow yang merupakan nenek moyang subetnik Ponosakan (Belang).
  • Orang-orang dari Bacan dan Sangi, yang menguasai Lembeh, Pulau Talisei, Manado Tua, Bunaken, dan Mantehage. Mereka adalah subetnik Bobentehu (Bajo). Tempat mereka mendarat dahulu sekarang disebut Sindulang. Mereka mendirikan kerajaan yaitu Manado yang berakhir tahun 1670 dan menjadi walak Manado.
  • Orang-orang dari Toli-Toli, yang di awal tahun 1700-an mendarat di Panimbunan dan kemudian pergi ke Bolaang Mongondow dan akhirnya ke tempat di mana sekarang disebut Malalayang. Orang-orang ini merupakan nenek moyang subetnik Bantik.

Berikut adalah kelompok sembilan subetnik di Minahasa (yang menjelaskan angka 9 pada Manguni Maka-9): Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Pasan Ratahan, Ponosakan, Babontehu, dan Bantik. Nama Minahasa sendiri muncul saat masyarakat Minahasa melawan Bolaang Mangondow. Pahlawan Minahasa di peperangan melawan Bolaang Mangondow di antaranya adalah Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (perang di dekat Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (di peperangan sepanjang Teluk Amurang).

Suku Bangsa Boolaang Mongondow
Penduduk Bolaang Mongondow dipercaya berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Tempat tinggal mereka di Gunung Komasaan (wilayah Bintaun ). Makin lama turunan kedua keluarga itu semakin banyak, sehingga mereka mulai menyebar ke timur di tudu in.

Lombagin, Buntalo, Pondoli’, Ginolantungan. Menyebar ke pedalaman di tempat bernama tudu in Passi, tudu in Lolayan, tudu in Sia’, tudu in Bumbungon, Mahag, dan Siniow. Peristiwa perpindahan ini terjadi sekitar abad VIII dan IX. Pokok pencaharian adalah berburu, mengolah sagu hutan, mencari sejenis umbi hutan, dan menangkap ikan. Pada umumnya mereka belum mengenal cara bercocok tanam.

Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang bogani, pria atau wanita. Bogani tersebut dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan tertentu, antara lain memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. Bogani-bogani itu didampingi oleh para tonawat, yaitu orang-orang yang mengetahui perbintangan, ahli penyakit dan pengobatannya. Mereka itu juga bertugas sebagai penasihat pimpinan. Setiap pekerjaan diselesaikan bersama untuk kesejahteraan seluruh anggota kelompok (gotong royong). Sebelum memulai sesuatu pekerjaan besar dimusyawarahkan dahulu untuk mencapai kesepakatan. Pada saat-saat tertentu seluruh pimpinan kelompok (para bogani) berkumpul untuk musyawarah. Mereka sudah mengenal Ompu Duata (Yang Mahakuasa), yang berkuasa atas segala sesuatu dan mengadakan upacara ritual sebelum mengerjakan pekerjaan besar. Pada setiap permulaan suatu usaha, kegiatan atau pada saat upacara pengobatan, selalu Mongompu’ (menyebut nama Ompu Duata) agar usaha mereka berkenan dan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Berdasarkan kepercayaan mereka itu, pantang bagi setiap anggota masyarakat untuk melakukan hal-hal yang jahat, yang tidak berkenan kepada Ompu Duata. Juga mereka sudah memiliki semacam peraturan yang harus dipatuhi. Setiap pelanggar dikenakan sanksi antara lain dikucilkan atau disisihkan dari masyarakat.

Suku Bangsa Sangir-Talaud
Menurut asal katanya, nama Sangir-Talaud secara keseluruhan berarti orang yang berasal dari laut atau samudera. Sebaliknya, menurut asal-usulnya terdapat berbagai perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Ada yang menyebutnya sebagai bagian dari rumpun bangsa Melayu-Polenisia yang berpindah lewat Ternate, sebagai penduduk asli Sulawesi Utara, penduduk keturunan bangsa Filipina, atau bahkan campuran dari sejumlah suku bangsa tertentu. Namun terlepas dari semua itu, orang Sangir-Talaud saat ini merupakan sekelompok masyarakat yang menempati wilayah Sulawesi Utara.

Sekitar abad XVI, penduduk Sangir-Talaud terbagi ke dalam beberapa kerajaan kecil yang tersebar di seluruh Kepulauan Sangir-Talaud. Setiap kerajaan selalu berusaha memperluas wilayah dan pengaruhnya dengan mengadakan perkawinan penduduk antarkerajaan. Keberadaan kerajaan-kerajaan itu sendiri memberi nuansa yang khas pada kebiasaan warga masyarakatnya, misalnya dalam hal berbusana.

Baca juga:
Pakaian Adat Sulawesi Utara Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Rumah Adat Sulawesi Utara Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Sulawesi Utara Lengkap Penjelasannya