Pengertian dan Peran Pathet dalam Musik Gamelan Jawa
Pengertian dan Peran Pathet - Keberadaan dan peran pathet dalam musik gamelan Jawa sampai saat ini belum satu bahasa atau sepakat tentang makna dan fungsinya dalam bermain musik gamelan maupun penggarapan olah vokal tembang. Beberapa empu atau widyawan kebudayaan Jawa maupun asing memiliki pendapat tentang pengertian dan peran patet pada musik gamelan sebagai berikut:
a. Ki Hajar Dewantara dalam buku Sari Swara I menjelaskan bahwa:
“Pathet itu menerangkan besar kecilnya dan rendah tingginya rakitan laras/tangganada. Tujuan penggunaan pathet agar supaya jangan sampai seseorang tidak sampai dalam menyanyikan sebuah lagu karena terlalu tinggi atau rendah suaranya.”
b. Raden Machjar Angga Koesoemadinata dalam buku Ilmu Seni Raras memeberikan penjelasan tentang pathet: “Pathet ialah penetapan tinggi raras dominant dan tonika dari suatu lagon (modi).”
c. R. Tejohadisumarto dalam buku mBombong Manah I berpendapat demikian: “Pathet itu kesesuaian tempat lelagon jika dibunyikan pada gamelan atau besar kecil atau tinggi rendah rakitan laras.”
d. F. Atmadarsana dalam bukunya Mardawa Swara menerangkan tentang pathet “Pathet itu menentukan kedudukan lagu dan membatasi naik turunnya suara.”
e. S. Padmosoekotjo dalam buku Ngengrengan Kasusastran Jawa II menjelaskan pathet sebagai berikut : “Pathet itu ukuran tinggi rendahnya gending. Pathet menentukan kesesuaian tempat gending dan membatasi naik turunnya penabuhan gamelan.”
f. DR. Mantle Hood dalam buku menulis : Javanese Gamelan in the World of Music menulis : “Gamelan Jawa menciptakan mode-mode/tangganada berdasarkan titilaras yang dimilikinya. Mode-mode/tangganada berdasarkan titilaras yang dimilikinya. Mode-mode/tangganada disebut pathet.”
g. Prof. DR. Poerbatjaraka pernah menulis dalam Majalah Bahasa dan Budaya yang diterbitkan oleh UI bulan April 1957 No.4 Th. V tentang pathet sebagai berikut:
Kata pathet = patut. Di Pathet = dipatut.
Penentuan pathet suatu lagu harus disesuaikan dengan kemampuan menjangkau wilayah nada, waktu pemakaian lagu dan sekaligus untuk mengatur tempo/kecepatan lagu.
Pembagian jumlah pathet dalam musik gamelan sebenarnya disesuaikan dipatut dengan siklus kehidupan manusia lahir, dewasa, mati. Oleh karena itu dalam pergelaran wayang kulit semalam suntuk dibagi menjadi 3 (tiga) episode talu, gara-gara dan pupuh.
Tiap episode tersebut menggunakan musik pengiring dengan pathet tertentu, yaitu :
1) Episode talu gendhing-gendhing menggunakan pathet 6 (nem) Tempo gendhing sedang/Andante sehingga mampu mendukung adegan-adegan awal ceritera/suasana tenang dan hening.
2) Episode gara-gara menggunakan gendhing-gendhing pathet 9 (Sanga) Tempo lagu meningkat agak cepat/allegretto/moderato, sehingga suasana ceria, humor, menyenangkan.
3) Episode pupuh menggunakan gendhing-gendhing pathet Manyura Tempo cepat-cepat sehingga suasana tergesa-gesa (cekat-ceket) sangat mewarnai episode akhir/babak akhir cerita.
Kesimpulan dari beberapa pendapat pakar-pakar musik gamelan maupun musik umum menunjukkan bahwa penggunaan pathet lebih menitikberatkan pada instrument art/seni gendhing. Penggunaan pathet dalam permainan gendhing sebenarnya penyanyi/ vokalis harus menyesuaikan/dibatasi oleh jumlah nada gamelan yang dipakai. Padahal kemampuan manusia untuk mencapai batas standar ambitus 11 sd 13 buah nada, sedangkan nada-nada yang tersedia pada gamelan laras slendro hanya 5 buah dan laras pelog 7 buah. Akibatnya sindhen dan penggerong sering menggunakan teknik falseto dalam mencapai nada tinggi. Bila Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa pathet sangat berguna dalam olah vokal/seni tembang karena beliau hanya menggunakan 5 (lima) nada yaitu do, re, mi, fa, sol (pentatonis). Dari susunan tangganada gamelan Slendro maupun laras pelog menunjukkan bahwa dalam menentukan pathet ternyata nada 1 (ji) dan 3 (lu) tidak pernah dipakai sebagai tonika (dasar nada).
Pararelisasi antara susunan tangganada gamelan laras slendro dan laras pelog dengan susunan tangganada pentatonis musik umum/barat adalah sebagai berikut:
1. Susunan Tangganada laras slendro:
*) Solmisasi ini untuk menyanyi, sehingga tinggi rendahnya do dapat disesuaikan kemampuan ambitus penyanyi.
2. Susunan Tangganada laras pelog:
Jadi seorang vokalis/penyanyi bila gamelan sebagai musik pengiring (accompaniment) mau tidak mau harus menyesuaikan suara gamelan. Penyanyi harus mendengarkan grambyangan laras serta pathet yang dipergunakan. Dan ini berbeda sekali bila penyanyi diiringi dengan alat musik barat. Penyanyi diberi kebebasan memilih nada dasar sesuai dengan kemampuan mencapai ambitus lagu yang akan dinyanyikan, musik menyesuaikan penyanyi. Alternatif nada dasar yang ditawarkan ada 12 buah nada, yaitu :
Petunjuk Teknis Partitur Gamelan dalam Mengiringi Lagu
1. Apabila sebuah lagu diiringi gamelan
- Melodi gamelan dilakukan oleh Saron Demung
- Melodi tembang dilakukan oleh Saron Penerus
- Melodi musik dilakukan oleh alat musik yang dipergunakan dengan catatan, alat musik harus disesuaikan dengan tinggi rendahnya gamelan.
Penyanyi/vokalis harus menyesuaikan dengan tinggi rendahnya gamelan. Dan apabila kurang sesuai biasanya penyanyi menggunakan suara falseto. Oleh karena itu dalam partiture tidak ditulis nada dasar lagu tetapi pathet Grambyangan pathet harus diperdengarkan dahulu.
Misalnya:
a. Gamelan Laras Slendro
1) Slendro Pathet 6 : 6 5 3 2
2) Slendro Pathet 9 : 2 1 6 5
3) Slendro Pathet Manyura : 3 2 1 6
b. Gamelan Laras Pelog
1) Pelog Pathet 6 : 6 5 3 2 ; 2 3 5 6 ; 6 5 3 2
2) Pelog Pathet Lima : 2 1 6 5 ; 5 6 1 2 ; 2 1 6 5
3) Pelog Pathet Barang : 3 2 7 6 ; 6 7 2 3 ; 3 2 7 6
Baca juga: