Mengenal Suku Bangsa di Kalimantan Selatan (Suku Banjar dan Suku Dayak)

Potensi sumber daya alam Kalimantan Selatan dapat memberi manfaat besar ketika diolah dengan baik. Untuk mengolah sumber daya alam itu, Kalimantan Selatan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Bagaimana gambaran sumber daya manusia di Provinsi Kalimantan Selatan?

Suku Bangsa di Kalimantan Selatan

Masyarakat Kalimantan Selatan merupakan masyarakat majemuk. Artinya, terdapat banyak suku bangsa yang hidup bersama di provinsi ini. Ada suku bangsa yang merupakan penduduk asli. Ada pula yang merupakan pendatang. Namun, suku-suku bangsa itu dapat hidup rukun dan saling menghargai.

1. Suku Bangsa Banjar

Suku bangsa Banjar merupakan penduduk mayoritas di Provinsi Kalimantan Selatan. Mereka umumnya disebut sebagai penduduk asli Kalimantan Selatan. Suku Banjar terbagi menjadi tiga subetnis sebagai berikut.
1. Banjar Pahuluan adalah campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri kelompok).
2. Banjar Batangbanyu adalah campuran Melayu, Maanyan, Lawangan, Bukit, dan Jawa (Maanyan sebagai ciri kelompok).
3. Banjar Kuala adalah campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Bukit, dan Jawa (Ngaju sebagai ciri kelompok).

Berdasarkan dialeknya, suku bangsa Banjar digolongkan menjadi dua, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala Orang Banjar Hulu mendiami daerah Pahuluan Kalimantan Selatan Orang Banjar Kuala mendiami Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, dan sekitarnya. Sebagian lagi bermukim di daerah muara dan tepi Sungai Barito. Kedua golongan ini memiliki kesamaan dalam agama, budaya, dan bahasa.

Suku bangsa Banjar merupakan hasil pembauran yang unik dari masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Bahau, Barito, Martapura, dan Tarebanio. Dahulu suku bangsa Dayak Maanyan, Lawangan, Bukit, dan Ngaju bergabung dengan Kerajaan Banjar. Kemudian, mereka menyebut dirinya sebagai orang Banjar. Mereka menjadi pendukung kebudayaan Banjar.

Dalam masyarakat Banjar terdapat sistem pelapisan sosial resmi yang didasarkan pada faktor keturunan. Sistem pelapisan masyarakatnya dibedakan atas golongan tutus dan jaba. Golongan tutus merupakan golongan atas. Mereka mempunyai hubungan darah dengan raja. Golongan tutus dibedakan atas kelompok keturunan raja yang menang dengan keturunan raja yang kalah. Gelar yang dipakai masing-masing kelompok berbeda. Kelompok keturunan raja yang menang memakai gelar pangeran, ratu, gusti, raden/untung, dan nanang/ anang. Kelompok keturunan raja yang kalah menggunakan gelar pangeran, andin, dan rama. Pada masa lalu golongan tutus memakai simbol-simbol berupa pakaian kebesaran berwarna kuning. Pakaian ini dikenakan saat acara-acara tertentu, misalnya musyawarah (pahadring).

Golongan jaba terdiri atas penduduk yang bukan keturunan raja. Golongan jaba berhak menyandang sejumlah gelar. Gelar-gelar yang disandang ialah kiai adipati, patih, tumenggung, ronggo, kiai, demang, dan mangku. Mereka mempunyai kekuasaan dan kewenangan memerintah di wilayahnya. Selain itu, terdapat pula gelar-gelar lainnya, seperti tentara, lurah/pambalak, dan panakawan habawar ambun.

Sistem pelapisan sosial tersebut berlaku di masa lalu. Seiring berjalannya waktu, berkembanglah sistem pelapisan sosial samar. Ini sistem pelapisan masyarakat suku bangsa Banjar di masa kini. Masyarakat membagi kelas sosial menjadi golongan ulama, kaum terpelajar, dan orang awam.

2. Suku Bangsa Dayak

Berdampingan dengan suku bangsa Banjar, hiduplah suku bangsa Dayak. Mereka masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan Dayak. Masyarakat Dayak adalah masyarakat yang patrilineal. Garis kekerabatan ditarik dari ayah. Jadi, anak-anak termasuk dalam kerabat ayahnya.

rumah-panjang-suku-dayak-kalimantan-selatan
Rumah Panjang Suku Dayak
Keluarga batih menjadi organisasi sosial terkecil. Setiap keluarga batih berdiri sendiri dan memiliki rumah sendiri. Akan tetapi, kadangkala dalam suatu rumah bermukim beberapa keluarga batih.

Setiap desa dipimpin oleh kepala adat dibantu oleh penghulu adat dan dewan adat (basara). Mereka yang mengatur dan melaksanakan segala kegiatan adat.

Pada masa lalu, dalam masyarakat Dayak dikenal sistem pelapisan sosial yang terdiri atas balian, penggadik (pembantu balian), dan orang biasa. Yang termasuk kelompok orang biasa, antara lain basara, petani, pedagang, dan penyadap karet. Selanjutnya, sistem pelapisan sosial pada masa kini terdiri atas aparat pemerintahan desa, aparat dewan adat, dan pemimpin agama. Aparat pemerintahan desa meliputi pambakal (kepala desa), pengerak (ketua rukun kampung), kepala padang/hutan dan penunggu sungai. Aparat dewan adat (basara) meliputi kepala adat, penghulu adat, dan lit-lit (anggota biasa).

Suku bangsa Dayak di Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas beragam kelompok. Ada kelompok suku bangsa Dayak Bakumpai, Dayak Maanyan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Meratus, dan Dayak Ngaju.

Suku bangsa Dayak Ngaju umumnya bermukim di sepanjang tepi Sungai Barito. Mata pencaharian pokok mereka bercocok tanam padi di ladang. Sebagian lagi berburu dan menangkap ikan di sungai. Mereka mendirikan rumah sejajar dengan sungai. Kebanyakan suku bangsa Dayak Ngaju masih berdiam di rumah-rumah panjang. Para penghuni rumah panjang ini terdiri atas beberapa keluarga batih yang masih satu kerabat. Prinsip kekerabatannya bersifat bilineal. Garis keturunan dikaitkan dengan cikal bakal pihak ayah dan ibu.

Suku bangsa Dayak Maanyan berdiam di wilayah Kabupaten Tabalong. Suku bangsa Dayak Maanyan di tempat ini juga disebut Dayak Warukin. Suku bangsa ini diduga berasal dari wilayah pesisir Kalimantan. Mereka memiliki beberapa kebiasaan seperti orang Dayak dusun. Misalnya, menyujai ikan yang diperam dalam guci sehingga lembek, melubangi daun telinga, suka mengadu ayam setiap Upacara kematian, suami tinggal di rumah pihak istri (uksorilokal), dan pandai membuat perahu. Mata pencaharian utamanya bercocok tanam padi, ubi-ubian, dan buah-buahan di ladang. Sebagian mereka bekerja sebagai pengumpul hasil hutan, selain berburu dan menangkap ikan. Adapula yang berkebun dan menyadap karet.

Perkampungan orang Dayak Maanyan berpindah-pindah karena sistem perladangan berpindah yang mereka lakukan. Tempat tinggal sementara yang berdekatan dengan ladangnya disebut batang rawi. Kelompok rumah yang sudah lebih permanen mereka sebut tumpungan (dusun). Gabungan dari beberapa tumpungan membentuk sebuah perkampungan yang mereka sebut tumpuk. Setiap tumpuk ditandai antara lain oleh lewu parei (lumbung) yang melengkapi rumah mereka.

Prinsip garis keturunan Dayak Maanyan adalah bilineal. Garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu. Sebagian warga Dayak Maanyan memeluk agama Islam dan bercampur dengan orang Banjar. Mereka yang beragama Islam sering disebut dengan nama matanu atau mangantis. Orang Maanyan yang masih mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya mengadakan upacara membakar tulang-belulang orang yang mati. Upacara ini disebut jambe. Selanjutnya upacara kematian yang dirayakan dengan mengadakan pesta pemotongan kerbau dan mendirikan patung roh disebut upacara tiwah. 

Suku bangsa Dayak Bakumpai adalah suku asli yang mendiami sepanjang tepian daerah aliran Sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari Kota Marabahan, Barito Kuala sampai Kota Puruk Cahu, Murung Raya. Suku bangsa Dayak Bakumpai memiliki cara khas untuk menangkap ikan. Cara tersebut sudah diterapkan turun-temurun. Teknik menangkap ikan, yang bisa dibilang Iangka ini, sampai sekarang dilakukan warga Dayak Bakumpai di Desa Rimbun Tulang, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala.Warga Dayak yang bermukim di pinggiran Sungai Barito ini menangkap ikan tidak dengan mengadukaduk air rawa. Mereka melakukannya dengan teknik yang disebut rempa, sedangkan kegiatannya disebut marempa.

Hampir seluruh suku bangsa Bakumpai beragama Islam dan relatif sudah tidak tampak pengaruh kaharingan seperti pada kebanyakan suku bangsa Dayak. Upacara adat yang berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan lama, misalnya ritual badewa dan manyanggar lebu. Suku bangsa Dayak Bakumpai tetap berbahasa Dayak walaupun memeluk agama Islam dan menerima kebudayaan Banjar. Sedongkan suku bangsa Dayak Maanyan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Meratus dan Dayak Ngaju sudah tidak lagi bercakap-cakap menggunakan bahasa Dayak. Mereka menggunakan bahasa Banjar. Selain itu, mereka memeluk agama Islam dan mengaku sebagai orang Banjar.

Baca juga:
Pakaian Adat Kalimantan Selatan Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Kalimantan Selatan Lengkap Penjelasannya
Bahasa Daerah Kalimantan Selatan Lengkap Penjelasannya
Rumah Adat Kalimantan Selatan Lengkap Penjelasannya