Suku Bangsa Yang Terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini memiliki beragam suku bangsa asli. Keberagaman suku bangsa asli itu memengaruhi kehidupan bermasyarakatnya. Hal ini dikarenakan setiap suku bangsa memiliki kekhasan tersendiri, seperti bahasa, sastra, nyanyian, tarian, musik, dan adat istiadat. Namun demikian, hubungan antar subetnis cukup harmonis dan terjalin erat. Di samping terdapat suku bangsa asli, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga terdapat suku bangsa pendatang dan keturunan bangsa asing.
Pada masa kerajaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini memiliki peranan penting bagi jalur perdagangan internasional. Pada waktu itu banyak kapal dagang asing yang singgah ke tanah Aceh untuk berdagang. Bahkan, sejarah pun mencatat bahwa tokoh-tokoh besar kelas dunia, seperti Marco Polo, Ibnu Battuta, dan Kubilai Khan pernah singgah di tanah Aceh. Dengan begitu, penduduk Provinsi NAD merupakan keturunan dari berbagai suku, kaum, dan bangsa.
Suku Bangsa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat sepuluh suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut meliputi suku bangsa Aceh, suku bangsa Gayo, suku bangsa Alas, suku bangsa Aneuk Jamee, suku bangsa Melayu Tamiang, suku bangsa Kluet, suku bangsa Devayan, suku bangsa Sigulai, suku bangsa Julu, dan suku bangsa Haloban. Semua suku bangsa tersebut adalah penduduk asli.
Selain sebagai nama daerah, Aceh juga menjadi nama salah satu suku bangsa yang mendiami Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku bangsa Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami daerah di sepanjang pantai utara, timur, dan barat Provinsi NAD. Suku bangsa Aceh tersebar terutama di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Kabupaten Aceh Selatan.
Adapun suku bangsa Gayo mendiami daerah pedalaman di Kabupaten Aceh Tengah, sebagian di Kabupaten Aceh Tenggara bagian utara, pedalaman Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Suku bangsa Kabupaten Gayo ini berasal dari Samudera Pasai, Kabupaten Aceh Utara. Oleh karena itu, budaya dan, kaseniannya menunjukkan adanya kesamaan dan pertalian dengan budaya Samudra Pasai.
Adapun suku bangsa Gayo mendiami daerah pedalaman di Kabupaten Aceh Tengah, sebagian di Kabupaten Aceh Tenggara bagian utara, pedalaman Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Suku bangsa Kabupaten Gayo ini berasal dari Samudera Pasai, Kabupaten Aceh Utara. Oleh karena itu, budaya dan, kaseniannya menunjukkan adanya kesamaan dan pertalian dengan budaya Samudra Pasai.
Suku bangsa Alas dapat dijumpai di pedalaman bagian Tenggara Kabupaten Aceh Tenggara. Sementara itu, suku bangsa Tamiang mendiami daerah pantai timur Kabupaten Aceh Timur. Daerah itu merupakan bekas Kewedanan Tamiang sampai batas Provinsi Sumatra Utara. Suku bangsa Tamiang merupakan etnis melayu.
Suku bangsa Simeulue mendiami daerah Pulau Simeulue. Suku bangsa Kluet mendiami daerah Kecamatan Kluet, Kabupaten Aceh Selatan. Suku bangsa Aneuk Jamee mendiami sebagian daerah pesisir Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Suku bangsa Singkil mendiami daerah Kabupaten Singkil yang berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara.
Mata pencaharian pokok suku bangsa Aceh adalah bertani, terutama bertani di sawah. Mereka memiliki tempat untuk menyimpan padi berupa lumbung yang disebut keong pade atau keurandong. Mereka juga biasa melakukan gotong royong untuk menyelesaikan tahapan-tahapan dalam pekerjaan bertani. Kegiatan gotong royong itu disebut meuseuraya.
Suku bangsa Gayo dan Alas merupakan suku bangsa minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Tenggara. Kedua suku bangsa ini bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.
Selain suku bangsa asli, banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh. Bangsa asing itu, antara lain bangsa Arab dan India yang dikenal erat hubungannya dengan pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari Provinsi Hadramaut (Negeri Yaman). Hal ini dapat dibuktikan dengan marga-marga mereka, seperti Al-Aydrus, Al-Habsyi, Al-Attas, Al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawaziee. Semua nama marga itu berasal dari bangsa Arab, Yaman.
Bangsa Arab datang ke tanah Aceh sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak di antara mereka yang kawin dengan penduduk asli Aceh dan menghilangkan nama marganya.
Sementara itu, bangsa India yang datang ke tanah Aceh sebagian besar berasal dari Gujarat dan Tamil. Hal ini dapat dibuktikan dari penampilan bangsa Aceh, variasi makanannya (kare), dan kebudayaannya. Kebudayaan mereka merupakan warisan Hindu Tua (beberapa nama desa diambil dari bahasa India, contoh Indra Puri). Keturunan India tersebar di seluruh wilayah Aceh. Karena letak geografis yang cukup berdekatan, keturunan India cukup dominan di Aceh.
Di tanah Aceh juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki. Mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit, dan serdadu perang kerajaan Aceh. Keturunan mereka pun tersebar di wilayah Kabupaten Aceh Besar sampai sekarang. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan, sebutan Banda, pada nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Banda/Bandar artinya Pelabuhan).
Di samping itu, ada pula keturunan bangsa Portugal. Mereka menghuni di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir Barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto yang berlayar menuju Malaka (Malaysia). Mereka juga sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511. Pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka. Mereka memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.
Selain terdapat keturunan bangsa asing, di tanah Aceh juga terdapat suku bangsa pendatang. Suku bangsa pendatang itu antara lain suku bangsa Jawa, suku bangsa Minangkabau, suku bangsa Palembang, suku bangsa Makasar, suku bangsa Sunda.
Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan memiliki sedikit perbedaan kultural. Perbedaan kultural itu tampaknya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin terjadi karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas di wilayah itu, ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu, berassimilasi dengan penduduk di sana.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa penduduk Aceh merupakan keturunan dari berbagai suku, kaum, dan bangsa. Menurut ahli sejarawan, leluhur orang Aceh diperkirakan berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, China, dan Kamboja.
Baca juga:
Rumah Adat Aceh Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Aceh Lengkap Penjelasannya
Bahasa Daerah Aceh Lengkap Penjelasannya
Baca juga:
Rumah Adat Aceh Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Aceh Lengkap Penjelasannya
Bahasa Daerah Aceh Lengkap Penjelasannya