6 Contoh Tembang Macapat Sinom dan Artinya Secara Lengkap
Tembang Sinom berasal dari sebuah kata "sinom" (dalam bahasa Jawa) yang berarti pucuk daun yang baru tumbuh dan bersemi. Tembang sinom ini menggambarkan fase manusia yang sedang tumbuh dan tengah beranjak dewasa, yaitu pada masa pubertas ketika seorang anak mengalami perubahan fisik dan pematangan fungsi-fungsi seksual. Pada masa ini serorang anak sedang mengalami perubahan psikologis, seorang anak biasanya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, menentang kemapanan karena dirasa membelenggu kebebasannya dan masa dimana seorang anak sedang mencari identitas dalam diri mereka.
Watak Tembang Sinom yaitu bertema kesabaran dan keramahtamahan. Tembang ini biasanya digunakan untuk memberikan wejangan dan nasehat-nasehat yang baik.
Tembang Sinom memiliki Guru Gatra: 9 baris setiap bait (Artinya tembang Sinom ini memiliki 9 larik atau baris kalimat).
Guru Wilangan Tembang Sinom yaitu: 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku kata, baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya). Dan Guru Lagu Tembang Sinom yaitu: a, i, a, i, i, u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a, baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Sinom
Berikut adalah contoh-contoh tembang Sinom dan artinya yang telah kami rangkum sebanyak 24 tembang. Sebelumnya kami hanya menuliskan 6 contoh dan telah kami update dengan menambahkan menjadi 24 contoh tembang Sinom lengkap dengan artinya (terdiri dari 18 tembang Sinom yang diciptakan oleh KGPA. Mangkunagara IV (dalam serat Wedotomo) dari buku "Menyingkap serat Wedotomo" oleh : Anjar Any. dan 6 tembang Sinom yang kami rangkum dari sumber lain).
1) Nulada laku utama,
Tumrape wong Tanah Jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
Sudane hawa lan nepsu,
Pinesu tapa brata,
Tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Contohlah tindak utama, Bagi kalangan orang Jawa (Indonesia), Orang besar di Ngeksiganda (Mataram) yaitu Panembahan Senopati, Yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa), serta siang malam selalu menyenangkan orang lain. (kasih sayang).
2) Samangsane pasamuwan,
Mamangun marta martani,
Sinambi ing saben mangsa,
Kala kalaning asepi,
Lelana teki-teki,
Nggayuh geyonganing kayun,
Kayungyun eninging tyas,
Sanityasa pinrihatin,
Puguh panggah cegah dhahar lawan nendra.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Dalam setiap pertemuan, menciptakan kebahagiaan lahir batin dengan Sikap tenang dan sabar, Sementara itu pada setiap kesempatan, dikala tiada kesibukan, mengembara bertapa, mencapai cita-cita hati, terpesona akan suasana yang syahdu, Senantiasa hati dibuat prihatin, dengan berpegang teguh, mencegah makan maupun tidur.
3) Saben mendra saking wisma,
Lelana laladan sepi,
Ngingsep sepuhing supana,
Mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi,
Mardawaning budya tulus,
Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jala nidhi,
Sruning brata kataman wahyu djatmika.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Setiap pergi meninggalkan Istana, berkelana ketempat yang sunyi, Menghirup berbagai tingkatan ilmu yang baik, agar jelas (tercapai) yang dituju, Maksud hati mencapai, kelembutan hati yang utama, memeras kemampuannya dalam hal menghayati cinta kasih, Ditepi samodra, Dikarenakan kerasnya bertapa (iktiar) mendapat anugerah Illahi.
4) Wikan wengkoning samodra,
Kederan wus den ideri,
Kinemat kamot hing driya,
Rinegan segegem dadi,
Dumadya angratoni,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samodera, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan dan meresap dalam sanubari, ibarat di genggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai, Tersebutlah Kanjeng Ratu Kidul, naik keangkasa, datang menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja Mataram.
5) Dahat denira aminta,
Sinupeket pangkat kanthi,
Jroning alam palimunan,
Ing pasaban saben sepi,
Sumanggem anyanggemi,
Ing karsa kang wus tinamtu,
Pamrihe mung aminta,
Supangate teki-teki,
Nora ketang teken janggut suku jaja.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Memohon dengan sangat, agar akrab dan didudukan sebagai pengikut, didalam alam gaib, Pada waktu berkelana dialam sepi, siap menyanggupi, kehendak yang sudah ditentukan, Harapannya hanyalah meminta restu dalam bertapa, tidak peduli meski dengan susah payah.
6) Prajanjine abipraya,
Saturun turuning wuri,
Mengkono trahing ngawirya,
Yen amasah mesu budi,
Dumadya glis dumugi,
Iya ing sakarsanipun,
Wong agung Ngeksiganda,
Nugrahane prapteng mangkin,
Trah tumerah dharahe padha wibawa.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Janji yang bertujuan baik untuk anak cucu dikelak kemudian hari, Begitulah orang luhur, bila mempertajam hati, akirnya segera kesampaian, apa yang dimaksud orang besar Mataram, Pahalanya hingga sekarang, seluruh anak cucu berwibawa.
7) Ambawani Tanah Jawa,
Kang padha jumeneng aji,
Satriya dibya sumbaga,
Tan Iyan trahing Senopati,
Pan iku pantes ugi,
Tinelad labetanipun,
Ing sakuwasanira,
Enake lan jaman mangkin,
Sayektine tan bisa ngepleki kuna.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Menguasai tanah Jawa (Indonesia), Yang menjadi raja, satria sakti terkenal, Tak lain keturunan Senopati, Hal ini pantas dicontoh jasa perbuatannya, ala kadarnya, disesuaikan dengan masa kini, Tentu saja tidak mungkin persis seperti jaman baheula.
8) Lowung kalamun tinimbang,
Ngaurip tanpa prihatin,
Nanging ta ing jaman mangkya,
Pra mudha kang den karemi,
Marnulad nelad Nabi,
Nayakengrat Gusti Rasul,
Anggung ginawe umbag,
Saben seba mampir masjid,
Ngajab ajab mukjijad tibaning drajad.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Masih lumayan bila dibanding, Orang hidup tanpa prihatin, Tetapi dimasa kini, Yang digemari anak muda, Meniru-niru Nabi, Utusan Tuhan yaitu Rasul, Yang hanya dipakai sombong-sombongan, setiap akan bekerja singgah dulu ke mesjid, Mengharap mukjijad agar mendapat derajad (naik pangkat).
9) Anggung anggubel sarengat,
Saringane tan den wruhi,
Dalil dalaning ijemak,
Kiyase nora mikani,
Ketungkul mungkul sami,
Bengkrakan miring mesjid agung,
Kalamun maca kutbah,
Lelagone Dandang gendis,
Swara arum ngumandhang cengkok palaran.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Hanya memahami soal kulit saja (sarengat saja), Tetapi inti pokoknya tidak dikuasai, pengetahuan mengenai tafsir dan aturan-aturannya, serta suri tauladan, tidak diketahui. Mereka hanya terlena, berbuat over akting ke Masjid Agung, Bila membaca kotbah, berirama Dandang gula, Suara merdu bergema gaya palaran.
10) Lamun sira paksa nulad,
Tuladhaning Kangjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah,
Wateke tan betah kaki,
Rehne ta sira Jawi,
Sathithik bae wus cukup,
Aywa guru aleman,
Nelad kas ngepleki pekih,
Lamun pengkuh pangangkah yekti karahmat.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Bila kamu bertekad mencontoh, Tindak tanduk Kanjeng Nabi, Oh nak terlalu muluk namanya, Biasanya tidak mampu nak, Karena kamu itu orang Jawa, sedikit saja sudah cukup. Jangan mencari pujian, Berhasrat (bersemangat) meniru Fakih, Apabila mampu, memang ada harapan mendapatkan rahmat.
11) Nanging enak ngupa boga,
Rehne ta tinitah langip,
Apata suwiteng Nata,
Tani tanapi agrami,
Mangkono mungguh mami,
Padune wong dahat cubluk,
Durung wruh cara Arab,
Jawaku bae tan ngenting,
Parandene paripaksa mulang putra.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Tetapi lebih baik mencari nafkah, Karena dititahkan sebagai makluk lemah, Apa mengabdi raja, bertani atau berdagang, Begitu menurut pendapatku, Ini karena saya orang bodoh, belum memahami cara Arab, Sedang pengetahuan Jawa saya saja tak memadai, Namun memaksa diri mendidik anak.
12) Saking duk maksih taruna,
Sadhela wus anglakoni,
Aberag marang agama,
Maguru anggering kaji,
Sawadine tyas mami,
Banget wedine ing mbesuk,
Pranatan ngakir jaman,
Tan tutug kaselak ngabdi,
Nora kober sembahyang gya tinimbalan.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Dikarenakan waktu masih muda, Sebentar pernah mengalami, mempelajari agama, berguru menurut aturan Haji, Sesungguhnya relung hati saya, sangat takut akan hari esok, menghadapi akir hayat, Belum selesai berguru, terhenti karena harus mengabdi, Tidak sempat sembahyang, lalu dipanggil menghadap.
13) Marang ingkang asung pangan,
Yen kasuwen den dukani,
Abubrah bawur tyas ingwang,
Lir kiyamat saben ari,
Bot Allah apa Gusti,
Tambuh tambuh solahingsun,
Lawas lawas nggraita,
Rehne ta suta priyayi,
Yen mamriha dadi kaum temah nistha.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Oleh yang memberi makan, Bila telat dimarahi, Rusak dan bingung hatiku. Bagai kiamat setiap hari, Berat agama atau majikan, Ragu-ragu tindakan saya, Lama-lama terpikir, Karena anak bangsawan, apabila berhasrat menjadi petugas juru doa kurang pada tempatnya.
14) Tuwin ketip suragama,
Pan ingsun nora winaris,
Angur baya ngantepana,
Pranatan wajibing urip,
Lampahan angluluri,
Kuna kumunanira,
Kongsi tumekeng samangkin,
Kikisane tan Iyan amung ngupa boga.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Ataukah ingin menjadi khotib, hal itu bukan bidang saya, Lebih baik berpegang teguh, tata peraturan kehidupan, Menjalankan serta mengikuti jejak para luluhur, dijaman dahulu kala hingga masa kini, Akirnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.
15) Bonggan kan tan merlokena,
Mungguh ugering ngaurip,
Uripe lan tri prakara,
Wirya arta tri winasis,
Kalamun kongsi sepi,
Saka wilangan tetelu,
Telas tilasing janma,
Aji godhong jati aking,
Temah papa papariman ngulandara.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Salahnya sendiri yang tidak peduli, terhadap landasan penghidupan, Hidup berlandaskan tiga hal, keluhuran, kesejahteraan dan ilmu pengetahuan, Bila tidak memiliki, satu diantara tiga itu, habislah arti sebagai manusia. Masih berharga daun jati kering. Akirnya menderita jadi peminta minta dan gelandangan.
16) Kang wus waspada ing patrap,
Manganyut ayat winasis,
Wasana wosing jiwangga,
Melok tanpa aling aling,
Kang ngalingi kalingling,
Wenganing rasa tumlawung,
Keksi saliring jaman,
Angelangut tanpa tepi,
Yeku aran tapa tapaking Hyang Sukma.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Yang sudah mengetahui caranya, menghayati aturan yang bijaksana. Akirnya inti pribadinya, terlihat nyata tanpa penghalang. Yang menghalangi tersingkir, Terbukalah rasa sayup-sayup sampai. Terlihatlah segala keadaan, tampak tak berbatas. Itulah yang disebut mendapat bimbingan Tuhan.
17) Mangkono janma utama,
Tuman tumanem ing sepi,
Ing saben rikala mangsa,
Masah amemasuh budi,
Laire anetepi,
Ing reh kasatriyanipun,
Susila anor raga,
Wignya met tyasing sesami,
Yeku aran wong barek berag agama.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Begitulah manusia sejati. Gemar membiasakan diri berada dialam sepi, pada saat-saat tertentu, mempertajam dan membersihkan jiwa. Caranya dengan berpegang pada kedudukannya sebagai satria, bertindak baik rendah hati, pandai bergaul, pandai memikat hati orang lain, itulah yang disebut orang yang menghayati/menjalankan agama.
18) Ing jaman mengko pan ora,
Arahe para taruni,
Yen antuk tuduh kang nyata,
Nora pisan den lakoni,
Banjur njujurkenkapti,
Kakekne arsa winuruk,
Ngandelken gurunira,
Panditane praja sidik,
Tur wus manggon pamucunge mring makripat.
(KGPA. Mangkunagara IV, Wedatama)
Artinya:
Dijaman sekarang tidak demikian. Sikapnya anak muda apabila mendapat petunjuk yang nyata, tidak pernah dijalankan. Lalu menuruti kehendak hatinya. Kakeknya akan diberi pelajaran. Mengandalkan gurunya seorang pandita negara yang pandai, Dan juga sudah menguasai ilmu makripat.
Berikut ini beberapa contoh tembang Sinom dan artinya yang diciptakan oleh Ranggawarsito dan seniman lainnya yang tidak dapat kami sebutkan.
19) Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekasannipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
(Ranggawarsita, Serat Kalatidha)
Artinya:
Mengalami zaman gila
Sulit dalam pikiran
lkut gila tidak tahan
Kalau tidak ikut melakoni
Tidak dapat bagian apa-apa
Kelaparan akhirnya
Untungnya kehendak Allah
Sebaik-baiknya orang lupa
Lebih beruntung yang senantiasa ingat dan waspada
20) Mangkya darajating praja
Kawuryan wus sunyaruri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tidha
Tidhem tandhaning dumasi
Ardayengrat dene karoban rubeda
(Rangga Warsita, Serat Kalatida)
Artinya:
Keadaan negara waktu sekarang
Sudah semakin merosot
Situasi telah menjadi rusak
Karena sudah tidak ada yang diikuti lagi
Banyak orang yang meninggalkan aturan-aturan lama
Orang cerdik terbawa arus kala tida (zaman yang penuh keraguan)
Suasana menandakan situasi yang mencekam
Karena dunia penuh dengan gangguan
21) Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Parandene tan dadi
Paliyasing kala bendhu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angribedi
Beda-beda ardaning wong sanegara.
Artinya:
Rajanya termasuk raja yang utama
Patihnya patih yang mempunyai kelebihan
Semua anak buahnya berhati baik
Pemuka-pemuka masyarakat baik
Namun semuanya itu tidak menjadi
Oleh karena daya zaman kala bendu
Bahkan semakin menjadi-jadi
Gangguan merepotkan
Berbeda-beda pikiran dan kehendak orang dalam satu negara.
22) Katetangi tangis sira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Kataman ing reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna anerawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakoleh
Temah suka ing karsa tanpa wiweka.
Artinya:
Saat itulah hatinya menangis
Dia dalang sang pujangga
Diliputi hati yang sedih
Mendapat hinaan dan malu
Akibat perbuatan seseorang
Semula orang tersebut memberi harapan
Menghiu hatinya
Mempunyai keinginan untuk memperoleh sesuatu
Sehingga sang pujangga karena terlalu gembira tidak waspada.
23) Dasar karoban pawarta
Bebaratan udan lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yen pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka.
Artinya:
Dasar hanya mendengar berita
Ibaratnya hanya kabar dimulut
Akan ditempatkan sebagai pejabat
Akhirnya malah ketipu
Kalau dipikir dengan benar
Apa gunanya menjadi pemimpin
Hanya membuat kesalahan
Disiram hati yang lupa diri
Hanya akan menjadi buah bibir belaka.
24) Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmiko kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhak angreranta ati
Angurbaya angiket caritaning kuna.
Artinya:
Menurut buku panitisastra
Memberi ajaran yang mengingatkan
Di zaman yang penuh gangguan dan kejahatan
Orang yang berbudi tidak terpakai
Demikian itu kalau kita teliti dengan saksama
Apa gunanya mempercayai
Kabar yang tidak jelas
Hanya akan menyusahkan hati
Lebih baik menulis cerita zaman kuna.
Baca juga:
6 Contoh Tembang Macapat Pocung dan Artinya Secara Lengkap
6 Contoh Tembang Macapat Pangkur Lengkap Artinya
8 Contoh Tembang Macapat Asmarandana dan Artinya Secara Lengkap
Demikian ulasan tentang "6 Contoh Tembang Macapat Sinom dan Artinya Secara Lengkap" yang dapat kami sajikan. Baca juga artikel Tembang Macapat menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.