Upacara Adat Sulawesi Utara Lengkap Penjelasannya
Upacara adat atau upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan menurut adat istiadat yang berlaku di daerah setempat. Upacara tradisional Sulawesi Utara tidak dapat dipisahkan dari agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Sulawesi Utara. Upacara adat ini dibedakan menjadi dua, yaitu upacara adat yang berhubungan dengan daur hidup serta upacara adat yang berhubungan dengan aktivitas hidup masyarakat dan lingkungan.
Upacara Pernikahan Adat Minahasa
Proses pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan zaman. Prosesi perawatan calon mempelai serta acara Pingitan (Posanan) sekarang dilakukan sehari sebelum perkawinan dan tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, acara ini dilakukan pada saat "Malam Gagaren" (malam muda-mudi). Acara selanjutnya adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho", sedangkan acara mandi di pancuran tidak dapat dilaksanakan lagi karena dilakukan di kamar mandi rumah calon pengantin.
Seluruh prosesi upacara adat perkawinan ini pelaksanaannya dipadatkan dalam satu hari saja. Mandi pengantin dilakukan pada pagi hari, selanjunya merias wajah dan memakai busana pengantin, mahkota, dan topi pengantin untuk kegiatan upacara "maso minta" (toki pintu). Selanjutnya kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau departemen agama dan melaksanakan acara pengesahan (pemberkatan gereja), selanjutnya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada saat inilah biasanya dilakukan upacara perkawinan adat, diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis, diiringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.
Seluruh prosesi upacara adat perkawinan ini pelaksanaannya dipadatkan dalam satu hari saja. Mandi pengantin dilakukan pada pagi hari, selanjunya merias wajah dan memakai busana pengantin, mahkota, dan topi pengantin untuk kegiatan upacara "maso minta" (toki pintu). Selanjutnya kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau departemen agama dan melaksanakan acara pengesahan (pemberkatan gereja), selanjutnya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada saat inilah biasanya dilakukan upacara perkawinan adat, diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis, diiringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.
Ritual Bacoho (Mencuci Rambut)
Ritual ”bacoho” (mencuci rambut) dapat dilakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional ataupun hanya sekadar simbol.
1. Tradisional. Bahan-bahan ramun tradisional yang digunakan untuk ritual bacoho antara lain seperti parutan kulit lemon/ jeruk nipis atau lemon bacoho (citrus limonellus) sebagai pewangi, air lemon popontolen (citrus lemetta) sebagai pembersih lemah kulit kepala, bunga menduru (melati hutan), atau bunga melati, bisa juga digunakan bunga mawar yang diremas dengan tangan sebagai pewangi, pondang (pandan) yang ditumbuk halus juga sebagai pewangi, dan minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Untuk membasuh rambut ini bahan ramuan harus berjumlah sembilan (jenis tanaman). Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut dikeringkan.
2. Simbolisasi. Semua bahan-bahan ramuan di atas dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat. Kantong tersebut diremas dan airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan ke rambut calon pengantin.
Ritual Lumele’ (Mandi Adat)
Pengantin diguyur dengan air yang telah diberi bunga-bungaan warna putih sebanyak sembilan kali. Air itu diguyurkan dari batas leher ke bawah. Secara simbolis dapat dilakukan sekadar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian mengeringkannya dengan handuk bersih yang belum pernah digunakan sebelumnya.Prosesi Upacara Pernikahan
- Upacara adat akan dimulai setelah kedua mempelai duduk dipelaminan. Diawali dengan memanjatkan doa oleh Walian yang disebut Sumambo (Totemboan) atau Sumempung (Tombulu).
- Upacara ”Pinang Tatenge’en”.
- Upacara Tawa’ang yaitu kedua mempelai mengucapkan ikrar janji sambil memegang setangkai pohon Tawa’ang.
- Acara berikutnya adalah membelah kayu bakar, sebagai simbol sandang pangan.
- Totemboan membelah tiga potong kayu bakar, Tombulu membelah dua.
- Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau.
- Meja Upacara adat yang terdapat di depan pengantin diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon diri meniggalkan pentas upacara.
- Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat, dinamakan tambahan (Tonsea) atau zumant (Tombulu), yakni lagu dalam bahasa daerah.
Sub-etnis Tonsea, Tombulu, Tondano, dan Totemboan mengenal upacara pinang, upacara tawa’ang, dan minum dari mangkuk bambu (kower). Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh subetnis Tombulu dan Totemboan. Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah kelapa, sedangkan Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu lawang.
Upacara Pernikahan Adat Minahasa Terkini
Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di Langowan Tontemboan, upacara dilakukan di rumah pihak pengantin pria, sedangkan di Tomohon Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah pengantin wanita lalu ke gereja kemudian ke tempat acara resepsi. Karena resepsi perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga pria maupun keluarga wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara mapalus, yaitu kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di Desa Tombuluan. Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam. Masyarakat Minahasa yang tinggal di kota besar seperti Manado, kebiasaannya hampir sama dengan masyarakat Minahasa di luar Minahasa yang disebuat Kawanua. Pola hidup masyarakat di kota besar turut membentuk pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Minahasa yang hanya meringkas seluruh proses adat upacara perkawinan dalam satu hari (toki pintu, buka/putus suara, antar harta, prosesi upacara adat di pelaminan).
Upacara Tulude (Manulude)
Berasal dari kata Suhude yang memiliki arti tolak dan Tulude yang memiliki arti hentar atau lepaskan. Menulude mengandung arti menghentar atau melepaskan. Upacara adat Menulude memiliki maksud memuja Duata (Ruata), mengucapkan rasa syukur atas perlindungan Genggonalangi, serta memohon doa agar kehidupan mendatang mendapat perlindungan Genggonalangi.
Menulude merupakan salah satu upacara adat Sangihe. Upacara adat ini dilaksanakan pada tiap akhir bulan Januari (31 Januari yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kabupaten Kepulauan Sangihe) sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME. pada masa lampau serta memohon berkat dan pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun baru.
Dalam upacara adat ini kehadiran sesepuh adat atau Pemerintah adat serta seluruh masyarakat sangat diperlukan. Tata cara prosesi upacara adat nulude yaitu penjemputan rombongan sesepuh adat atau pemerintah, mendangeng sake (mempersilahkan tamu naik ke rumah adat), menahulending benua dan pemerintah (doa restu dan permohonan pengampunan), sasalamate (pujian dan syukuran), memoto tamo (memotong kue), serta pesta rakyat dengan penampilan atraksi kesenian daerah.
Upacara Adat Lainnya
Manabba, yaitu berburu babi hutan dan sapi hutan yang biasanya dilakukan beramai-ramai oleh orang dewasa maupun anak-anak dan dilakukan seharian.
Monondeaga, upacara adat dari daerah Bolaang Mongondow yang dilaksanakan pada waktu anak gadis memasuki masa akil baliq yang ditandai dengan datangnya haid pertama. Daun telinga dilubangi dan dipasangi anting kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap kecantikan dan tanda telah dewasa.
Mupuk Im Bene, upacara adat dari daerah Minahasa berupa pengucapan syukur. Masyarakat mempersembahkan segantang (atau sekarung) padi bersama hasil ladang lainnya di suatu tempat (lapangan atau di gereja) untuk didoakan. Setiap keluarga menyiapkan beragam makanan dan makan bersama dengan para tamu dengan sukaria.
Metipu, merupakan upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepada Sang Pencipta alam semesta yang disebut BENGGONA LANGI DUATAN SALURAN, dengan cara membakar daun-daun dan akar-akar yang wangi dan menimbulkan asap membumbung ke hadirat-Nya.
Baca juga:
Rumah Adat Sulawesi Utara Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sulawesi Utara Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Senjata Tradisional Sulawesi Utara Lengkap, Gambar dan Penjelasannya