Rumah Adat Papua Lengkap Penjelasannya
Rumah-rumah adat suku-suku bangsa asli Provinsi Papua sangat sederhana. Pengaruh lingkungan alam (rimba belantara) sangat kuat. Modelnya ada yang segi empat, ada pula yang bulat seperti tabung. Bahan-bahan pembuatnya dari alam atau lingkungan sekitar. Atapnya terbuat dari daun sagu atau rumput alang-alang. Tiang-tiang terbuat dari kayu-kayu hutan dan dinding-dindingnya terbuat dari kulit kayu, batang daun sagu, atau yang lainnya. Begitu sederhananya sehingga tidak dijumpai hiasan-hiasan seperti ukir-ukiran pada rumah tradisional Provinsi Papua.
Rumah Adat Papua
Secara umum ada dua jenis rumah tradisional di Provinsi Papua, yaitu rumah panggung dan bukan panggung. Rumah panggung banyak digunakan oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai, rawa, bantaran sungai, dan hutan. Sementara itu, untuk rumah bukan panggung banyak digunakan oleh penduduk yang tinggal di wilayah pegunungan, dataran tinggi, dan lembah.
1. Rumah Adat Suku Dani
Masyarakat suku bangsa Dani yang bermukim di Lembah Baliem tinggal bersama dalam kompleks bangunan rumah yang disebut sili atau silimo. Kompleks ini mirip benteng yang di dalamnya terdapat beberapa rumah yang disebut honai (rumah bulat), hunu atau humila (rumah panjang untuk dapur), wanai atau wamaele (kandang babi), dan tempat menyimpan abu jenazah keluarga. Honei untuk laki-laki disebut pilamo, sedangkan honei untuk perempuan disebut eloy atau abe ae.
Konstruksi rumah honei berbentuk bulat yang terdiri atas dua bagian. Bagian bawah (lantai) beralaskan rumput kering sebagai tempat berbincang anggota keluarga. Bagian atas terbuat dari batang pohon yang disusun rapi dan dilapisi rumput kering sebagai tempat tidur. Karena bentuknya membulat, penghuni rumah pun dapat tidur membujur dengan posisi kaki berada di tengah.
2. Rumah Adat Suku Asmat
Berbeda lagi dengan rumah suku bangsa Asmat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir pantai, rawa, dan bantaran sungai, kompleks rumah suku bangsa Asmat berbentuk panggung atau bertiang. Tinggi tiangnya disesuaikan dengan ketinggian air pasang di kawasan tersebut. Setiap rumah dihuni oleh beberapa keluarga (2-4 keluarga). Banyaknya keluarga dapat dilihat dari jumlah tungku masak yang ada dalam rumah karena setiap kepala keluarga memiliki tungku masak sendiri.
Dalam kompleks rumah adat suku bangsa Asmat terdiri atas jew (rumah bujang) dan tsejewi (rumah keluarga) yang dihuni oleh beberapa keluarga. Rumah bujang (jew) merupakan pusat kegiatan upacara adat, pendidikan anak-anak seperti membuat ukiran dan latihan perang, serta tempat untuk bermusyawarah atau pengambilan keputusan-keputusan adat lainnya. Sementara itu, rumah keluarga (tsejewi) berfungsi sebagai tempat orang Asmat melaksanakan kegiatan sehari-hari dan tempat menyimpan baik senjata maupun peralatan untuk berburu, menangkap ikan, meramu hasil hutan, dan berkebun.
3. Rumah Adat Suku Koroway
Rumah panggung bukan milik suku bangsa Asmat saja. Suku-suku yang tinggal di lingkungan berair memilih bentuk rumah seperti ini. Rumah suku bangsa Sentani yang tinggal di Danau Sentani juga berbentuk panggung. Rumah masyarakat Biak dan masyarakat Jayapura yang tinggal di pesisir juga berbentuk panggung. Bahkan, suku bangsa Koroway yang bermukim di hutan belantara Kabupaten Mappi mempunyai rumah panggung yang sangat unik. Rumah suku bangsa Koroway dibangun di atas pohon sehingga disebut rumah pohon. Tiang utama rumah berupa batang pohon yang masih hidup. Ketinggian rumah pohon ada yang mencapai 30 meter. Fungsi rumah ini terutama untuk mendeteksi kedatangan musuh dan melindungi dari serangan suku bangsa lain.
Baca juga:
Tarian Tradisional Papua Lengkap Penjelasannya
Pakaian Adat Papua Lengkap, Gambar dan Penjelasanya
Upacara Adat Daerah Papua Lengkap Penjelasannya
Baca juga:
Tarian Tradisional Papua Lengkap Penjelasannya
Pakaian Adat Papua Lengkap, Gambar dan Penjelasanya
Upacara Adat Daerah Papua Lengkap Penjelasannya