Rambu Solo, Upacara Adat Toraja Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Masyarakat Toraja secara etnografis dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Toraja Barat, Timur, dan Selatan. Selama ini yang lebih dikenal adalah Toraja Selatan atau Toraja Sa’adan atau Saqdan dan umumnya bermukim di sekitar Rantepao dan Makale, ibu kota Kabupaten Toraja Utara dan Tana Toraja.
Secara adat dan budaya, Mamasa mirip dengan Tana Toraja sehingga suku Mamasa disebut suku Toraja Barat. Kemiripan ini dikarenakan Mamasa berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Selatan. Namun, terdapat perbedaan kebudayaan antara masyarakat di Lembah Mamasa serta di Tana Toraja dan Toraja Utara. Rumah adat Mamasa memiliki atap kayu yang berat dan dengan bentuk yang tidak terlalu melengkung. Rumah adat Toraja memiliki atap kayu dengan bentuk seperti huruf ’U’. Selain itu, upacara adat pada masyarakat Mamasa tidak sebanyak di Toraja. Di antara upacara adat tersebut adalah Rambu Solo dan Rambu Tuka’.
Rambu Solo adalah upacara yang berkenaan dengan daur hidup, yaitu upacara adat kematian masyarakat Toraja. Upacara ini mempunyai tujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh. Diharapkan arwah kembali pada keabadian bersama para leluhur di sebuah tempat yang disebut Puya. Puya terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia.
Upacara ini dapat disebut sebagai upacara penyempurnaan kematian. Hal ini disebabkan seseorang yang meninggal benar-benar dianggap sudah meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini dipenuhi. Apabila belum diadakan upacara, maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang yang ”sakit” atau ”lemah”. Karenanya, si mati tetap diperlakukan layaknya orang yang masih hidup. Si mati dibaringkan di tempat tidur, disediakan makanan dan minuman, dan bahkan diajak berbicara.
Masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting karena akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal. Arwah orang yang sudah meninggal bisa sebagai arwah gentayangan (bombo), mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Selan itu, dapat dikatakan upacara Rambu Solo menjadi sesuatu yang wajib. Dengan demikian, masyarakat Toraja akan mengadakannya dengan cara apa pun sebagai wujud pengabdian kepada orang tua mereka.
Kemeriahan upacara ini ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal. Semakin banyak kerbau yang disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih sekitar 100 ekor. Warga golongan menengah menyembelih delapan ekor kerbau dan 50 ekor babi.
Upacara Rante merupakan puncak dari upacara Rambu Solo. Upacara ini dilaksanakan di tempat khusus, sebuah ”lapangan”. Upacara Rante terdiri atas beberapa ritual, seperti proses pembungkusan jenazah (ma’tudan, mebalun), pemasangan ornamen benang emas dan perak pada peti jenazah (ma'popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah (ma'palao).
Penunjukan yang mengikuti upacara adat Rambu Solo adalah adu kerbau (mappasilaga tedong) dan adu kaki (sisemba). Kerbau yang hendak disembelih diadu terlebih dahulu. Kerbau disembelih dengan cara yang unik dan merupakan Ciri khas Toraja. Leher kerbau ditebas dengan sekali tebasan. Karbau yang disembelih bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga). Pada upacara itu juga dipentaskan acara musik, seperti pa ’pompan pa ’dali dali, dan unnosong. Tarian daerah juga ikut dipentaskan, misalnya pa ’badong, pa ’dondi, pa ’randing, pa ’katia, pa ’papanggan, passailo, dan pa ’pasilaga tedong.
Pemandangan yang sangat menakjubkan adalah ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Paya. Dari kejauhan tampak kain merah panjang membentang di antara pelayat.
Baca juga:
Rambu Tuka', Upacara Adat Toraja Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Sulawesi Selatan Lengkap Penjelasannya
Mengenal Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan
Baca juga:
Rambu Tuka', Upacara Adat Toraja Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Sulawesi Selatan Lengkap Penjelasannya
Mengenal Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan