Rumah Adat Bali Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Rumah Adat Bali
Nama Rumah adat Provinsi Bali identik dengan sebutan Gapura Candi Bentar. Arsitektur Gapura Candi Bentar terdiri dari dua bangunan menyerupai candi dengan bentuk sama dan sejajar. Bangunan ini berfungsi sebagai pintu gerbang menuju candi atau tempat ibadah. Disekitar bangunan ini biasanya terdapat beberapa patung yang mencerminkan budaya bali.
Meskipun Gapura Candi Bentar sebagai arsitektur adat yang menjadi ikon budaya Provinsi Bali, namun rumah adat sebagai hunian masyarakat Bali yang sebenarnya adalah berupa bangunan segi empat yang didalamnya terdiri dari beberapa bangunan yang memiliki fungsi berbeda-beda. Beberapa Bangunan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pintu Gerbang "Angkul-Angkul"
Pintu gerbang utama untuk memasuki area rumah adat bali disebut dengan nama angkul-angkul. Fungsi bangunan ini menyerupai Gapura Candi Bentar yaitu sebagai pintu gerbang utama menuju area rumah adat Bali.
2. Bale Aling-Aling
Bale aling-aling merupakan tembok pembatas antara pintu gerbang (angkul-angkul) dengan pekarangan rumah. Fungsi aling-aling adalah untuk menghalangi pandangan dari luar secara langsung ke area dalam rumah dan juga penghalang masuknya pengaruh jahat. Selain itu aling-aling juga digunakan sebagai pengalihan jalan menuju rumah apabila hendak masuk melalui arah sisi kiri dan saat keluar melalui sisi kanan. Adanya aling-aling ini dipercaya dapat memunculkan sifat positif ke dalam area bangunan rumah adat Bali ini. Sekarang ini bentuk aling-aling selain menggunakan tembok ada juga yang menggunakan patung sebagai aling-aling.
3. Pura Keluarga "Pamerajan atau Sanggah"
Pamerajan atau Sanggah merupakan tempat suci yang berfungsi sebagai tempat sembahyang keluarga. Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu memiliki pura keluarga sebagai tempat berdoa bagi leluhur.
4. Bale Daja atau Balai Meten
Bale Daja merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat beristirahat/ tidur bagi kepala keluarga dan anak gadis. Bangunan ini berbentuk persegi panjang yang terdiri dari dua buah bale yang terletak di kanan dan kiri ruangan. Bale Daja dibangun menggunakan tiang kayu yang berjumlah 8 (sakutus), dan 12 (saka roras). Bagian bawah atau pondasi Bale Daja dibangun lebih tinggi dari pekarangan dan bangunan lainnya di dalam area rumah adat Bali. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya resapan air dan juga untuk estetika.
5. Bale Dauh/ Bale Tiang Sanga
Bale Dauh atau sering disebut dengan Bale Loji merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan sebagai tempat tidur anak remaja. Bale Dauh berbentuk persegi panjang dengan posisi di bagian dalam yang terdiri atas satu buah bale.Bale Dauh dibangun dengan pondasi yang lebih rendah dari Bale Daja dan Bale Dangin. Bangunan ini dibangun menggunakan tiang kayu yang memiliki sebutan berbeda tergantung jumlah tiang yang digunakan. Bale dengan tiang 6 disebut sekanem, Bale dengan tiang 8 disebut sekutus/ astasari, dan jika tiangnya 9 disebut sangasari.
6. Bale Sakepat
Bale Sakepat merupakan bangunan terbuka yang dimanfaatkan untuk bersantai. Bangunan ini berbentuk minimalis dengan tiang empat dan sering dimanfaatkan sebagai paviliun atau tempat tidur anak.
7. Bale Dangin / Bale Gede
Bale Dangin merupakan bangunan tempat upacara adat yang terletak di bagian timur atau dangin natah umah. Bale Dangin berbentuk segi empat atau persegi panjang tergantung jumlah tiang yang digunakan. Bale Dangin dapat dibangun dengan beberapa macam jumlah tiang dengan sebuatan berbeda, yaitu bale dengan tiang 6 disebut sekanem, Bale dengan tiang 8 disebut sekutus/ astasari, dan jika tiangnya 9 disebut sangasari yang terdiri dari satu bale. Sedangkan apabila menggunakan tiang dengan jumlah 12 disebut dengan bale gede dan terdiri dari dua buah bale, yaitu kanan dan kiri. Bale Dangin dibangun dengan ketinggian pondasi bangunan lebih rendah dari Bale Meten.
8. Paon atau Pawaregan
Paon merupakan dapur tempat memasak makanan bagi penghuni rumah yang terletak di sisi selatan rumah atau barat daya. Pada bangunan Paon terdiri dari dua ruangan, yaitu jalikan yang berfungsi sebagai ruang memasak dan ruangan kedua digunakan untuk menyimpan makanan dan peralatan dapur.
9. Jineng/Klumpu
Jineng merupakan bangunan yang berfungsi sebagai lumbung atau tempat penyimpan beras. Jineng terletak di bagian tenggara dekat dekat Paon. Atap jineng terbuat dari alang-alang yang umumnya terdiri dari dua lantai, yaitu bagian atas sebagai tempat menyimpan padi kering dan bagian bawah sebagai tempat menyimpan padi yang belum kering.
Rumah adat Bali memiliki ciri-ciri tersendiri yang sangat mencerminkan kebudayaan yang bersangkutan. Ciri-ciri struktur bangunan Bali berdasarkan suatu prinsip yang menunjukkan ciri tersendiri dan lazim disebut triangga. Konsep arsitektur ini terdiri atas hulu, badan, dan kaki.
Dalam perannya sebagai wadah, rumah adat dipandang sebagai miniatur jagat raya (Bhuana agung) yang menjadi wadah semua kegiatan manusia (Bhuana alit). Letak bangunan, arah, dimensi pekarangan, struktur, dan konstruksi masing-masing dengan variasi yang dipilih berdasarkan fungsi, profesi, dan kecenderungan yang diharapkan. Bentuk dan fungsi-fungsi bangunan perlambang kekuatan yang menjiwai dari arah kedelapan penjuru angin di dalam tata waktu (wariga) disebut Astawara ”Sri-Indra-Guru-Yama-Rudra-Brahma-Kala-Uma”. Di dalam tata ruang (Dewata nawa sanga) menjiwai tata zoning Sanga mandala yang merupakan variasi dari paduan ketiga faktor: ruang, waktu, dan kehidupan (Sanga mandala-Asta wara-Nawa sanga).
Dalam menentukan arah untuk membangun sebuah rumah, lebih diutamakan menghadap ke arah gunung yang dianggap sebagai arah ke alam maya (kaja) dan kelod yang menghadap ke laut dengan anggapan arah ke alam neraka. Arah barat adalah arah ke kematian dan kejahatan yang disebut kauh sedangkan arah timur merupakan arah ke kelahiran dan kebaikan (kangin). Gunung Agung adalah gunung tertinggi di Bali sehingga menghadap Gunung Agung adalah arah yang paling utama dalam membuat bangunan.
Di setiap desa terdapat tempat-tempat ibadah, seperti pura, puseh, pura desa, dan pura dalem. Rumah-rumah (uma) dalam setiap desa juga didirikan menurut suatu ketentuan religi. Ruangan-ruangan rumah dan pengerjaannya dibagi-bagi menurut kepercayaan setempat. Bagian rumah arah ke hulu disebut uramu mandala yaitu tempat persembahyangan keluarga. Di bagian ini terdapat bangunan pemujaan kecil yang disebut sanggah. Bagian tengah rumah merupakan tempat anggota keluarga. Bagian hilir disebut kawasan nista mandala yang kurang sifatnya sehingga yang ditempatkan pada bagian itu adalah kandang ternak dan tempat pembuangan kotoran.
Selain arah, menurut mereka masih ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan dalam membuat sebuah bangunan, antara lain tingkat kesucian dan kehinaan dari ruangan, yang ditentukan menurut arah yang dipilih. Dilihat secara vertikal, sebuah rumah mempunyai beberapa tingkatan. Bagian atap yang melambangkan dunia maya bagian tengah yang merupakan tempat tinggal manusia atau dunia manusia dan bagian bawah yang merupakan dunia binatang. Atap rumah Bali berbentuk payung bertingkat dengan jumlah ganjil, semakin tinggi tingkatannya, akan makin tinggi kedudukan sosial penghuninya.
Dalam kebudayaan Hindu transformasinya ke dalam penataan lingkungan terbangun dipolakan ke dalam ungkapan Trimandala dan penjabarannya ke dalam tatjoning menjadi Sanga Mandala tiga strata menjadi sembilan joning di bumi.
Untuk menata dalam arah yang jelas di tengah kosmos, dua sumbu disilangkan sumbu awal gunung/laut (Kaja/Kelod) dan sumbu kedua terbit/terbenamnya matahari (Kanging/Kauh) setelah berakar di bumi mereka pun memandang ke langit. Sumbu silang empat arah terpusat di tengah (Catus Patha) sebagai orientasi ke dalam dan Nyatus Patha sebagai orientasi keluar sederhana, tetapi meyakinkan, tidak menyesatkan mampu menampung apa maunya.
Pemahaman falsafah letaknya paling atas dari tujuh lapisan piramida falsafah sebagai alur-alir pikiran manusia pemikir. Kemudian pada lapisan kedua terletak konsep untuk berteori, sedangkan analisa pada lapisan ketiga untuk penelitian. Mengajar dan profesi terletak pada lapisan keempat dan kelima. Kemudian Pengawasan pada lapisan keenam dan terakhir pelaksanaan pada lapisan ketujuh.
Demikian Pembahasan tentang "Rumah Adat Bali Lengkap, Gambar dan Penjelasannya" yang dapat kami sampaikan. Baca juga artikel kebudayaan Daerah Bali menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.
Baca juga:
Baca juga: