Upacara Adat Bali Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Bali
Hampir sebagian besar kehidupan masyarakat Bali, diwarnai dengan berbagai upacara adat sehingga dapat dikatakan kehidupan spiritual masyarakat Bali tidak dapat dipisahkan dari berbagai upacara ritual. Upacara-upacara besar yang diselenggarakan masyarakat pada umumnya yang menyangkut lingkaran (daur) hidup manusia serta yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial yang membutuhkan diadakannya suatu upacara.A. Upacara Adat Masa Kelahiran
Upacara adat Bali yang ditujukan untuk penyambutan kelahiran digolongkan tiga tahap, yaitu golongan rakyat biasa, golongan bangsawan, dan golongan Bali Aga.
Pada golongan rakyat biasa, upacara kelahiran dimulai dengan upacara Mara Lekat. Upacara Mara Lekat adalah upacara kelahiran yang menerangkan tentang pemotongan ari-ari yang disebut Kepus Pungset. Kemudian dihubungkan dengan upacara Melepas Hawon yang menerangkan tentang upacara 12 hari setelah bayi berusia tiga bulan. Pada saat bayi memasuki masa kanak-kanak diadakan upacara penyambutan.
Untuk golongan bangsawan tahapan upacara sama dengan masyarakat biasa hanya menggunakan nama lain, yaitu Mapak Rare, Wawu Mijil, Kepus Udel, dan Nglepas Awon. Sementara itu, untuk golongan Bali Aga istilahnya adalah, Tapakan, Kepus Sawen, dan Nelu Bulanin yang ditambahkan dengan upacara Ngetus Jambat (cukur rambut).
B. Upacara Adat Turun Tanah
Pada upacara ini pertama kali si anak mengalami kontak dengan agama dan tradisi, yang akan membimbing mereka seumur hidup. Pada hari itu anak tersebut diberi nama dan diberkahi, serta boleh menginjak tanah, sebagai simbol dari Dewa-dewa, yaitu Brahma, Wisnu, dan Syiwa.
C. Upacara Adat Potong Gigi
Upacara ini dilangsungkan bagi setiap perempuan yang menjelang dewasa. Upacara ini sebagai tradisi lama yang menggambarkan agar seorang perempuan tidak mirip dengan Leak (yang selalu menonjolkan giginya). Saat ini upacara tersebut hanya sebagai simbolik tanpa dipotong langsung.
D. Upacara Adat Pernikahan
Dalam tata pernikahan orang Bali mempunyai batasan dengan kastanya. Akan tetapi, saat ini terdapat adanya pernikahan antara kasta yang berbeda, misalnya: seorang wanita dari kasta Sudra menikah dengan kasta Kesatria. Apabila hal ini terjadi maka dia tidak disapa orang lagi dengan langsung menyebut namanya seperti Putu atau Made, melainkan harus dipanggil Jero. Sebaliknya, apabila seorang wanita kasta Kesatria menikah dengan laki-laki kasta Sudra maka wanita tersebut kehilangan gelar kekastaannya.
Menurut adat Hindu Bali, pernikahan dilakukan di rumah calon pengantin laki-laki pada hari yang dianggap baik oleh pendeta Hindu Bali. Biasanya pengantin baru tinggal bersama keluarga laki-laki dalam satu pekarangan rumah.
Ada dua macam pernikahan, yaitu "kawin lari" , dan "kawin ngidih". Kawin lari (cara kuno di Bali bagian timur) adalah perempuan meninggalkan rumahnya untuk menikah tanpa sepengetahuan orang tuanya. Pernikahan semacam ini sudah agak jarang dilakukan. Cara pernikahan yang umum dilaksanakan dewasa ini adalah kawin ngidih, pihak laki-laki meminta kepada orang tua pihak perempuan.
E. Tradisi Kawin Lari
Pada hari yang telah disetujui oleh pasangan calon pengantin, laki-laki atau orang lain yang dimintai tolong, menjemput si perempuan dan membawanya ke rumah salah satu kerabat atau temannya untuk disembunyikan paling sedikit selama tiga hari atau sampai orang tua pihak perempuan mengakui bahwa anak gadisnya telah menikah.
Selanjutnya, empat orang mewakili pihak laki-laki untuk menyampaikan pesan kepada orang tua bahwa anak gadisnya telah pergi untuk menikah. Kelian banjar dari pihak keluarga perempuan ikut untuk menyampaikan pesan tersebut. Mereka membawa lampu sebagai simbol penerangan dan surat pernyataan dari calon pasangan pengantin bahwa mereka menikah atas dasar cinta dan tanpa paksaan pihak mana pun.
Apabila orang tua si perempuan menerima bahwa anaknya telah dilarikan dan akan menikah dengan laki-laki pilihannya, mereka menentukan kapan wakil dari pihak laki-laki bisa datang kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan masalah pernikahan ini.
F. Tradisi Kawin Ngidih
Pada hari yang telah disepakati bersama, keluarga dan kerabat dekat pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan untuk menyampaikan keinginan mereka untuk menikahkan anak laki-lakinya dengan anak gadis dari pihak perempuan. Kemudian mereka akan menetapkan suatu hari untuk mengumpulkan seluruh keluarga dari pihak perempuan. Mereka juga meminta keluarga laki-laki dan kerabat dekatnya untuk datang kembali melamar dan membicarakan tata laksana upacara pernikahan. Setelah kesepakatan tercapai, calon pengantin perempuan dibawa ke rumah calon pengantin laki-laki.
G. Pawiwahan (Upacara) Tiga Hari
Setelah tiga hari berada di rumah pihak laki-laki atau persembunyian, calon pengantin baru akan diupacarai dengan sesajen. Upacara tersebut dituntun oleh pemangku (pendeta dari keluarga Sudra) untuk mengesahkan perkawinan tersebut secara agama Hindu Bali. Upacara ini hanya dihadiri oleh keluarga dekat pasangan pengantin atau pihak laki-laki saja kalau memakai cara kawin lari.
H. Pawiwahan di Sanggah (Pura Keluarga)
Pada hari yang telah disepakati dan ditunjuk oleh pendeta Brahmana, upacara yang lebih besar dilaksanakan di sanggah pihak laki-laki. Makna upacara ini adalah untuk menyampaikan kepada para leluhur yang bersemayam di sanggah itu. bahwa ada satu pendatang baru yang akan menjadi anggota keluarga dan akan melanjutkan keturunannya.
Dalam kawin ngidih semua anggota banjar dari pihak laki-laki dan seluruh keluarga besar dari pihak perempuan dan para undangan lainnya menyaksikan upacara ini. Pada kawin lari, keluarga atau kerabat dekat dari pihak perempuan tidak terlibat. Undangannya bisa mencapai ratusan orang.
Upacara ini biasanya dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara mepamit (perpisahan) yang akan dilakukan di sanggah pihak keluarga pengantin perempuan. Makna dari upacara ini adalah untuk minta pamit kepada para leluhur karena sekarang telah menikah serta menjadi milik dan tanggung jawab keluarga laki-laki.
Pada umumnya semua biaya upacara perkawinan ditanggung oleh keluarga pihak laki-laki termasuk untuk upacara mepamit yang dilakukan di rumah orangtua perempuan. Anggota banjar menyediakan sebagian bahan makanan untuk pesta atau bahan upacara dan para tamu undangan membawa hadiah untuk pengantin baru.
I. Pencatatan Perkawinan secara Sipil
Tahapan yang dijelaskan di depan adalah tahapan upacara perkawinan menurut adat Bali. Namun, sebagai warga negara Indonesia pasangan yang menikah harus mempunyai surat akta pernikahan dari Kantor Catatan Sipil. Surat ini akan digunakan pada saat berurusan dengan pemerintahan Indonesia, misalnya untuk mencari surat keterangan lahir bagi anak-anaknya nanti.
J. Upacara Penyucian (Eka Dasa Rudra)
Ada suatu upacara yang paling dramatis yang terjadi pada tahun 1963, yang ketika Gunung Agung meletus pada saat sedang berlangsungnya upacara Penyucian (Eka Dasa Rudra) yang dilakukan hanya sekali dalam 100 tahun.
K. Upacara Adat Kematian
Dalam hal kematian khususnya Bali Aga, jenazah orang yang meninggal tidak dikuburkan ke dalam tanah. Jenazah tersebut hanya diletakkan di atas tanah pada tempat yang dianggap sebagai kuburan sampai tinggal tulang belulangnya.
Bagi orang Bali Hindu, orang yang meninggal juga tidak dikuburkan. Akan tetapi, tidak juga diletakkan di atas tanah sebagaimana Bali Aga melainkan dibakar melalui suatu upacara. Upacara ini lebih dikenal dengan nama Ngaben, di mana melalui upacara digambarkan seorang yang meninggal apabila dibakar akan meringankan roh itu untuk memasuki alam lain. Mayat yang akan dibakar ditempatkan dalam suatu peti mati yang berbentuk sapi atau garuda. Peti mati berbentuk sapi tersebut berwarna khusus menurut kastanya, putih untuk Brahmana, hitam untuk kasta lainnya.
Upacara kematian bagi orang Trunyan adalah jenazah tidak dikebumikan atau dibakar seperti yang lazim dilakukan orang Bali Hindu, tetapi dibiarkan membusuk di udara terbuka. Dalam upacara kematian dilaksanakan pula upacara pemakaman yang disebut ngutang mayit. Upacara ini mula-mula diadakan di rumah, kemudian dilanjutkan di tempat pemakaman Sema Wayah (bagi orang yang telah menikah dan mati wajar), atau di Sema Nguda (bagi mereka yang mati wajar dan belum menikah), serta di Sema Bantas (bagi orang yang matinya tidak wajar). Sistem pemakaman yang dilakukan adalah dengan cara mepasah, dalam arti jenazah hanya diletakkan di atas tanah tanpa dikubur.
Demikian ulasan tentang "Upacara Adat Bali Lengkap Penjelasannya" yang dapat kami sampaikan. Baca juga artikel kebudayaan Daerah Bali menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.