Upacara Adat Aceh Lengkap Penjelasannya

Upacara Adat Aceh

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Provinsi NAD juga masih terikat oleh berbagai upacara adat/tradisional. Upacara adat ini terdiri atas upacara adat yang berhubungan dengan daur hidup dan upacara adat yang berhubungan dengan aktivitas manusia dan lingkungan. Upacara yang berhubungan dengan daur hidup sebagai berikut.

A. Upacara Adat Masa Kehamilan

Pada waktu seorang istri hamil untuk pertama kali (Meutijeuem atau Keumaweueh) dan usia kandungannya telah lima bulan, pihak orang tua istri mengadakan kenduri. Kenduri ini disertai dengan nasi ketan dan dipanggilkan keluarga dari pihak istri. Kemudian, diadakan upacara basuh kepala (Rhah Ulee). Pada upacara ini, suami istri tersebut melakukan upacara sedingin setawarkan (Peusijeuk) dengan beras padi. Upacara tersebut dilakukan oleh ibu dan keluarga dari pihak istri. 

Selanjutnya, pihak ibu dari istri mengantarkan nasi ketan tadi kepada pihak orang tua suami. Hal ini sebagai pertanda atau sebagai ganti kabar bahwa anak perempuannya telah hamil lima bulan. Oleh pihak ibu suami nasi ketan tersebut dibagi-bagikan kepada keluarga dari pihaknya. Hal ini dimaksudkan supaya keluarga mengetahui bahwa menantunya sedang hamil 5 bulan. Setelah itu, pihak orang tua suami beserta keluarga mengantarkan makanan dan buah-buahan ke rumah menantunya yang disebut meunieum. Upacara ini ada pula yang dilakukan sewaktu seorang istri hamil tujuh bulan. 

Makanan yang dibawa oleh pihak orang tua suami tersebut adalah bu kulah (nasi putih yang dibungkus dengan daun pisang) berbentuk piramid di dalam hidang, bu leukat (nasi ketan) untuk peusunting meunantu yang sedang hamil, disertai ayam panggang dan tumpou. Lauk pauknya meliputi, ikan, daging yang dimasak berbagai macam, telur ayam, dan telur itik rebus, jreuk, dan lain-lain. Semua lauk pauk itu disusun dalam hidang berlapis-lapis (hiding meulampoh). Adapun buah-buahan yang dibawa ialah segala buah yang ada, termasuk buah untuk rujak (seunicah) sebanyak satu keranjang besar. Selain itu, juga dibawa kue-kue (peunajoh) basah dan kering. Upacara ini dimaksudkan untuk menguatkan rasa persaudaraan antara kedua belah pihak (suami-istri) dan untuk lebih menguatkan silaturahmi antara sesama keluarga. Makanan yang dibawa ini juga dibagi-bagikan kepada keluarga pihak istri.

B. Upacara Adat Masa Kelahiran

Setelah bayi lahir dan dibersihkan, sang ayah atau kerabat tertua yang terpandang ahli agama dalam keluarga segera menyerukan azan atau iqamat. Kalau bayi yang lahir laki laki, diserukan azan di telinga sebelah kanan. Kalau bayi yang lahir perempuan, diserukan iqamat di telinga sebelah kiri. 

Pada hari ke-7 diadakan Upacara Adat Peucicap. Bayi tersebut dicicipi madu lebah, kuning telur, dan air zam-zam. Orang tua suami membawakan seperangkat keperluan bayi, yaitu ija (kain), ayunan, ija geudong (kain pembalut bayi), ija tumpe (popok), tilam, bantal, dan tali ayun (tali ayunan). Selain itu, juga dibawakan seperangkat pakaian untuk si istri yang baru melahirkan. Pada hari itu juga diadakan akikah, cukur rambut bayi, dan pemberian nama kepada bayi, dengan upacara peusijeuk dan sebaran beras-padi serta doa selamat. 

Pada hari ke-44 diselenggarakan Upacara Peusijuek Dapu. Upacara ini dilakukan oleh orang tua dan keluarga dari pihak orang tua suami. Pada saat itu orang tua suami menyunting ketan kepada menantunya dengan uang teumeutuek dan disertai dengan seperangkat pakaian. Kalau di kalangan bangsawan, juga turut diberi seperangkat pakaian untuk para dayang-dayang yang turut serta mengasuh perempuan yang medeueng setelah melahirkan. Pada hari itu juga diadakan upacara turun anak ke halaman (Upacara Peutron Aneuk). 

Anak yang telah berumur 44 hari diturunkan ke halaman. Anak tersebut dipayungi dan kakinya diinjakkan ke tanah (peugiho tanoh). Pada upacara ini dibelah buah kelapa di atas kelapa si anak dengan alas kain putih. Kain putih tersebut dipegang oleh empat orang. Kemudian, kelapa yang telah dibelah diberikan kepada pihak orang tua suami dan pihak orang tua istri. Hal ini bertujuan agar kedua belah pihak tetap kekal dalam persatuan, rukun damai, kompak, dan teguh dalam persaudaraan. 

Selanjutnya, diadakan pembakaran petasan. Orang-orang yang tangkas dan ahli bermain pedang diminta mempertunjukkan ketangkasannya dengan mencincang batang pisang. Hal ini dimaksudkan agar kelak si anak menjadi berani dalam menghadapi peperangan membela negara. Si anak juga diharapkan dapat menjadi orang terkemuka dalam masyarakat. Setelah upacara selesai, si anak dibawa masuk ke rumah oleh orang tuanya. Terlebih dahulu orang tua mengucapkan salam dan disambut pula dengan salam serta doa restu untuk kebahagian si anak.

C. Upacara Adat Masa Remaja

Pada usia tujuh tahun si anak diantar oleh orang tuanya ke tempat pengajian (Guru Mengaji). Anak laki-laki diantarkan ke tempat pengajian laki-laki sementara anak perempuan diantarkan ke tempat pengajian perempuan. Pada waktu mengantar anak, orang tua membawa ketan kuning dengan tumpo dan ayam panggang, pisang abin beberapa sisir, kain putih enam hasta, sehelai kain sarung, sedekah sekadarnya dan beureuteh (beras digongseng) dicampur kembang. 

Kemudian guru mengaji membagi-bagikan makanan itu kepada anak-anak mengaji yang lain. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kekompakan dan persatuan yang baik antara anak baru dengan murid-murid lama. 

Setelah berumur 10 sampai 13 tahun, diadakan Upacara Sunat Rasul (Khitan). Si anak berpakaian adat dan didudukkan di pelaminan di maba. Kemudian, diadakan acara Peusijeuk dengan setawar dingin beras padi, dan dipeusunting dengan ketan oleh kaum kerabat pihak ayah dan ibu serta teumeuntuk (pemberian) uang oleh kaum kerabat. Selain itu, juga ada teumeuntuk uang dari pihak tamu yang diundang kepada orang tua si anak ataupun hantaran berupa benda. Di kalangan bangsawan biasanya diadakan arakan, yaitu anak didudukkan dalam usungan dengan iringan gendang dan serunai. Pada Upacara Sunat Rasul ini diadakan juga jamuan kenduri. Bagi rakyat menurut kemampuan dan bagi bangsawan diadakan secara mewah, hampir menyerupai kenduri perkawinan. Upacara ini dilakukan oleh mudim dan anak disuruh mengucapkan Dua Kalimah Syahadah. 

Dalam pergaulan sehari-hari seringkali terjadi persengketaan atau perkelahian antar anak laki-laki. Jika terjadi pertumpahan darah (rho darah), tetua kampung segera mengadakan perdamaian di antara kedua belah pihak orang tua anak yang berkelahi. Orang tua si anak yang memukul hingga keluar darah wajib membawa ketan kuning, tumpou, kain putih enam hasta, seperangkat pakaian, dan uang. Selama si anak belum sembuh, segala urusan pengobatan menjadi tanggungan orang tua tersebut. Selain itu, di hadapan tetua kampung, kedua orang tua anak yang berkelahi mengadakan upacara bermaaf-maafan.

D. Upacara Adat Masa Perkawinan

Kalau seorang pria dewasa hendak dijodohkan dengan seorang wanita, terlebih dahulu diutus seorang yang bijak dalam berbicara untuk mengadakan urusan perjodohan (meuselungoue) kepada orang tua wanita tersebut. Dalam pertemuan itu dibicarakan persetujuan perjodohan dan penetapan maskawin (mahar) serta penentuan hari membawa tanda (ikatan). 

Pada hari yang telah ditentukan diadakanlah Upacara Ba Ranub Kong Haba oleh kedua belah pihak. Pada saat itu, datanglah serombongan orangtua dari pihak calon pengantin pria kepada pihak orang tua calon pengantin wanita. Pada hari itu dilaksanakan acara pertunangan. Pihak pengantin pria membawa sirih penguat ikatan (ranub kong haba), yaitu sirih lengkap dengan alat-alatnya dalam cerana, pisang talon (pisang raja dan wajib satu talam). Ada juga yang menyertakan kain baju. Selain itu, juga dibawa benda mas satu atau dua mayam dengan ketentuan menurut adat. Kalau ikatan ini putus disebabkan oleh pihak pria, tanda mas tersebut harus dikembalikan dua kali lipat. Pada upacara ini juga ditentukan hari dan bulan diadakannya pernikahan dan pulang pengantin (Woe Linto).

Tiga hari sebelum menjadi pengantin, pihak pengantin pria (Linto) mengirimkan sirih inai (ranub gaca), ranub lipat atau ranub gapu satu hidang, satu hidang alat-alat pakaian mempelai perempuan, satu hidang breueh pade, satu hidang telur rebus yang diberi warna, setawar sedingin, dan daun inai (gaca) kepada mempelai wanita. Sementara itu, di rumah mempelai wanita diadakan acara Koh Adam.

Kemudian, pada Upacara Mampleue Woe Linto mempelai pria berpakaian adat dan diantar ke rumah mempelai wanita beramai-ramai, yang didahului oleh orang tua yang bijak. Sementara itu, mempelai wanita diapit oleh anak-anak muda yang sebaya. Pihak pria dalam upacara itu membawa jeunamee (mahar atau mas kawin), misalnya satu bongkol mas yang diletakkan dalam cerana beserta jinong kunyet dan beras padi. Cerana itu dibungkus dengan kain sutra kuning. Sementara itu, bagian ujung kain diletakkan bohru dari emas, ranub rajeu’ atau ranub peurakan, peunajoh wajeb, meuseukat, dhoi-dhoi, bhoi, penajoh tho keukarah, bungong kayee, dan lain.lain.

Di halaman rumah mempelai wanita, rombongan mempelai pria disambut dengan kata-kata halus bersanjak oleh pihak mempelai wanita. Setelah itu, mempelai pria dibawa naik ke rumah. Sewaktu tiba di tangga mempelai pria setawar sedingin dengan siraman air mawar dan beras padi. Setibanya di dalam rumah, mempelai pria didudukkan di pelaminan kecil sementara rombongan ditempatkan di serambi. Di tempat itu diadakan jamuan makan dan pernikahan ijab Kabul. Ada juga pernikahan Ijab Kabul ini didahulukan harinya sebelum upacara mempelai. Selain itu, barulah mempelai pria dibawa ke pelaminan besar untuk disandingkan dengan mempelai wanita. Biasanya setelah bersanding, mempelai pria bersama rombongan pulang kembali ke rumah orang tuanya.

Selanjutnya, diadakan Upacara Petujuh yaitu mempelai pria pulang ke rumah mempelai wanita dengan rombongan kira-kira 25 orang. Di halaman rumah mempelai wanita diadakan upacara penanaman kelapa yang dilakukan oleh mempelai pria dan wanita. Pada upacara itu, ibu mempelai wanita mengadakan teumeutuek (pemberian) uang kepada Linto disertai seperangkat pakaian. Pemberian tersebut dibawa pulang oleh mempelai pria untuk diperlihatkan kepada ibu mempelai pria. Selanjutnya, ibu mempelai pria memberi nget tujoh dan peukayan tujoh kepada mempelai wanita.

Kira-kira pada hari kesepuluh sampai satu bulan, mempelai wanita dijemput oleh ibu mempelai pria dengan Rabub Batee dan Gateng. Sesampainya di rumah mempelai pria diadakan Upacara Peusijeuk Dara Baro dan Teumeutuek kepada mempelai wanita yang dilakukan oleh ibu dan kerabat mempelai pria. Tangan mempelai pria dan wanita dimasukkan ke dalam empang beras dan empang garam untuk melakukan perjanjian di masa-masa mendatang. Bawaan mempelai wanita adalah wajeb, dodoi, meusekat, dan kue-kue kering lainnya serta ranub bate. Kue-kue bawaan tersebut oleh ibu mempelai pria dibagi-bagikan kepada kerabat dan tetangga. Dari pihak mempelai pria juga menghadiahi mempelai wanita, sesuai dengan kemampuannya dan lazim yaitu hewan betina.

Adapun upacara adat yang berhubungan dengan aktivitas manusia dan lingkungan sebagai berikut;

E. Upacara Maulid Nabi Muhammad saw.


Maulid Nabi Muhammad saw. adalah acara yang selalu diperingati oleh umat muslim di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Acara ini biasanya berlangsung di masjid dan meunasah. Acara diisi dengan kegiatan seperti pembacaan Alquran, salawat, zikir, dan dakwah agama.

F. Upacara Peusijuk atau Tepung Tawar


Peusijuk merupakan salah satu tradisi leluhur masyarakat Aceh yang tetap dipelihara dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah Allah swt. Peusijuk ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Kota Banda Aceh pada saat acara pernikahan, kelahiran, naik haji, menempati rumah baru, dan lain-lain.

G. Upacara Kenduri Blang


Kenduri Blang merupakan upacara tradisional yang berhubungan dengan musim turun ke sawah. Kegiatan ini biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, pada saat musim tanam dan panen padi. Upacara ini dipimpin oleh Keujreun Blang (seorang pemimpin informal para petani) yang membacakan doa agar diberikan hasil panen yang baik. Kegiatan ini merupakan rutinitas para petani di Kabupaten Aceh Besar.

gambar upacara adat kenduri laot di aceh


H. Upacara Kenduri Laot

Di Provinsi NAD dikenal pula Upacara Kenduri Laot. Kenduri Laot merupakan upacara tradisional yang berhubungan dengan laut. Kenduri Laot dimaksudkan untuk memohon kepada Allah swt. agar diberikan kemudahan dalam menangkap ikan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Acara diisi dengan pembacaan ayat-ayat Alquran dan doa bersama. Kenduri laot ini biasanya dilakukan sekali dalam setahun.

Demikian pembahasan tentang "Upacara Adat Aceh Lengkap Penjelasannya" yang dapat kami sampaikan. Baca juga artikel kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.

Baca juga:
Upacara Adat Masyarakat Sumatera Utara Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Kepulauan Riau Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Yogyakarta Lengkap Penjelasannya



Sumber : Selayang Pandang Nanggroe Aceh Darussalam : Nunung Yuli Eti