Rumah Adat Daerah Banten Lengkap, Gambar dan Penjelasannya

Rumah Adat Daerah Banten

Seni arsitektur Sunda terlihat pada bentuk rumah di perkampungan Suku Baduy dan Adat Kasepuhan Banten Kidul (Cisungsang). Rumah tradisionalnya berbentuk panggung yang dinamakan imah. Dari segi bentuk tidak ada perbedaan antara rumah Baduy dengan rumah Adat Kasepuhan. Namun, dari segi bahan pembuatannya terdapat perbedaan. Masyarakat Baduy masih berpegang teguh pada adat istiadat sehingga rumah terlihat sangat sederhana. Sebaliknya, rumah-rumah Adat kasepuhan terlihat lebih baik karena sudah boleh menggunakan unsur-unsur kebudayaan modern. 

Konstruksi rumah panggung Baduy terbuat dari bahan kayu dan bambu, terutama tiang, dinding, dan lantai. Atap rumah Baduy terbuat dari daun sirap dan ijuk. Semua komponen ini dirakit dengan menggunakan tali awi temen ataupun dipaseuk. Untuk menyambung dua kayu digunakan teknik paseuk (pasak). Bagian lainnya seperti bilik (dinding), rarangkit (atap), dan palupuh (lantai) diikat atau dijepit pada bambu atau kayu konstruksi. Inilah yang membuat rumah Baduy lebih tahan gempa (goncangan). Tiang rumah terbuat dari kayu yang ditopang dengan batu kali. Panjang pendeknya tiang sama disesuaikan dengan kontur tanah. Oleh karena itu, rumah-rumah Baduy berdiri berumpak-umpak tampak asri menyatu dengan alam sekitar.

gambar rumah adat banten

Rumah Baduy terdiri atas tiga bagian utama, yaitu sosoro, tepas, dan imah. Tiap-tiap bagian dipisahkan dengan sekat bilik yang terbuat dari bambu. Sosoro letaknya memanjang ke arah samping (lebar rumah). Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Tepas letaknya membujur ke arah bagian belakang (panjang rumah). Ruangan ini berfungsi untuk ruang makan dan ruang tidur anak-anak. Imah merupakan bagian utama rumah Baduy karena di sinilah semua aktivitas keluarga terpusat. Ruang utama ini berfungsi ganda yaitu sebagai dapur dan ruang tidur kepala keluarga beserta istri.

Rumah-rumah ini dibangun bersama-sama secara bergotong royong. Semua warga memberikan sumbangan. Sumbangan itu dapat berupa bahan pembuat rumah (kayu, bambu) ataupun tenaga. Oleh karena itu, bagi masyarakat Baduy rumah termasuk harta bersama sehingga setiap lima tahun sekali diadakan bergiliran menempati rumah. inilah salah satu konsep kesamaan derajat masyarakat Baduy.

Untuk menyimpan padi hasil panen masyarakat Baduy dan Adat Kasepuhan membangun lumbung padi yang disebut leuit. Leuit berbentuk panggung dengan empat tiang penyangga dari kayu. Bilik leuit terbuat dari anyaman bambu. Untuk memasukkan padi dibuat pintu selebar 40x50 cm dibagian abing-abing yang posisinya di bagian atas dekat dengan atap. Atap leuit terbuat dari daun sago kirai (sejenis palem) yang dianyam. Setip keluarga Badui minimal mempunyai satu leuit untuk persediaan bahan pangan. Dari banyaknya leuit yang dipunyai dapat diketahui kekayaan orang tersebut. lumbung padi ini dibangun pada satu lokasi di luar perkampungan untuk menghindari bahaya kebakaran.

Baca juga: